Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perihal Denda bagi "Pelanggar Masker", Tega atau Bagus untuk Efek Jera?

20 September 2020   10:32 Diperbarui: 22 September 2020   18:07 1222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Operasi yustisi pendisiplinan protokol kesehatan dan penegakan hukum dalam upaya mencegah penularan Covid-19 semakin digiatkan di Aceh. (Foto: Kompas.com/Raja Umar)

Purnomo tak pernah menyangka. Niatnya untuk ngopi sejenak di warung kopi, malah berujung pahit. Lebih pahit dari kopi pahit yang ia pesan.

Malam itu, dia terjaring razia karena tidak mengenakan masker. Alasannya lupa. Dia pun hanya bisa pasrah ketika petugas mengharuskan dirinya membayar denda sebesar Rp 150 ribu.

"Aku pancen salah mas, lali nggak nggawe masker. Tapi gak eruh nek didendo 150 ewu. Zaman susah koyok ngene malah kudu mbayar dendo (saya memang salah, lupa tidak memakai masker. Tapi tidak tahu bila ada dendanya Rp 150 ribu. Zaman susah seperti ini malah harus bayar denda)," ujarnya.

Selama sepekan kemarin, petugas gabungan di beberapa kabupaten/kota di Jawa Timur memang gencar melakukan operasi yustisi penegakan protokol kesehatan di beberapa ruas jalan.

Seperti di Sidoarjo, dibentuk tim 'Mobile Covid Hunter' yang merupakan gabungan anggota dari unsur TNI, Polri, Satpol PP dan Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Sidoarjo.

Sementara pihak kejaksaan dan pengadilan negeri membantu menegakkan disiplin protokol kesehatan melalui sidang di tempat bagi pelanggar.

Mereka bertugas di seluruh wilayah Sidoarjo dan menyasar warga yang bandel tidak patuh protokol kesehatan, seperti tidak memakai masker ketika beraktivitas di luar rumah.

Sejumlah tempat keramaian seperti kafe, warung kopi yang tidak menerapkan protokol kesehatan seperti tidak menyediakan tempat cuci tangan, hand sanitizer, dan menerapkan jaga jarak, juga bakal ditindak.

Razia dilakukan secara masif. Tak hanya siang, tetapi juga malam. Bahkan hingga tengah malam. Warga yang terbukti melanggar, dikenai sanksi administrasi atau penilangan.

Denda sebagai Efek Jera atau Tega?

Dasar penindakan ini adalah Perda Provinsi Jawa Timur Nomor 2 tahun 2020 yang mengatur penerapan sanksi tegas bagi pelanggar protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Juga Pergub Nomor 53 Tahun 2020 tentang Penerapan Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Nah, dalam perbincangan dengan beberapa warga merespons razia penegakan disiplin protokol kesehatan ini, suara mereka terbelah. Ada yang mendukung. Ada yang kontra. Utamanya perihal penerapan denda.

Tidak sedikit yang berpendapat bila sanksi denda berupa uang di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang sedang sulit imbas pandemi, tidaklah bijak. Bahkan ada yang menganggap tega.

Menurut mereka, sanksi yang pantas dilakukan jika ada individu yang melanggar protokol kesehatan adalah dengan menerapkan denda sosial. Semisal yang bersangkutan dijadikan sukarelawan untuk membersihkan rumah sakit rujukan penanganan Covid-19.

Namun, denda duit ini boleh jadi juga merupakan 'upaya terakhir' untuk menyadarkan masyarakat yang memang masih bandel.

Sebab, dalam penegakan disiplin protokol kesehatan yang dilakukan pada bulan-bulan sebelumnya, para pelanggar sudah dihukum denda sosial. Seperti menyapu jalan, menyapu makam, bahkan berdoa di makam warga yang meninggal karena terpapar Covid-19.

Tujuannya agar mereka jera sehingga tidak melakukan kesalahan yang sama di kemudian hari. Apalagi, informasi yang kemudian menjadi berita itu tersebar luas di grup-grup WhatsApp. Sehingga, ada banyak orang yang tahu bahwa bila melanggar akan dikenai sanksi.

Namun, yang terjadi, setelah semua itu dilakukan, hingga pekan kemarin, ternyata masih ada banyak warga yang ndableg dan abai pada protokol kesehatan. Untuk sekadar memakai masker saja seolah susah.

Mungkin, mereka merasa denda sosial yang diberlakukan itu terlalu ringan dan tidak membuat kapok. Sehiingga, mereka berani melanggar lagi karena toh hukumannya tidak berat.

Karenanya, dengan diberlakukan denda duit, diharapkan benar-benar bisa membuat efek jera. Sebab, bagaimanapun, bagi sebagian besar masyarakat, denda berupa uang dirasa lebih berat.

Masyarakat Memang Harus Terus Diingatkan

Masyarakat harus terus diingatkan untuk patuh pada protokol kesehatan. Utamanya pemakaian masker ketika beraktivitas di luar rumah. Sebab, hingga kini, masih ada banyak warga yang abai terhadap pentingnya memakai masker ketika ke luar rumah/Foto: Sidoarjonews.id
Masyarakat harus terus diingatkan untuk patuh pada protokol kesehatan. Utamanya pemakaian masker ketika beraktivitas di luar rumah. Sebab, hingga kini, masih ada banyak warga yang abai terhadap pentingnya memakai masker ketika ke luar rumah/Foto: Sidoarjonews.id
Namun, terlepas dari pro dan kontra yang muncul di masyarakat itu, saya sepakat bila razia terus dilakukan. Bahwa razia itu merupakan bagian dari upaya untuk terus mengingatkan masyarakat agar patuh protokol kesehatan.

Razia itu menjadi sebagian potret dari masyarakat kita di masa pandemi. Bahwa, masih ada banyak yang abai terhadap protokol kesehatan, semisal tidak memakai masker, dengan berbagai alasan yang dikemukakan

Sejauh pengataman saya ketika keluar rumah, saya masih sering menemukan ada warga pengguna jalan yang tidak menggunakan masker. Ada pula yang duduk santai di warung kopi tanpa masker. Meski mungkin maskernya dilepas karena tentu tidak bisa minum kopi bila maskernya tidak dilepas.

Kenapa harus terus diingatkan?

Sebab, dengan situasi pandemi yang sudah berlangsung enam bulan, mungkin ada masyarakat yang mungkin sudah merasa aman. Atau bahkan mungkin menganggap dirinya kebal Covid-19. Sehingga, mereka abai terhadap protokol kesehatan. Padahal, risiko terpapar virus ini masih tinggi.

Sebab, masa pandemi yang berlangsung berbulan-bulan ini ternyata tidak membuat masyarakat semakin sadar. Nyatanya, masih ada orang yang dengan mudahnya bilang lupa tidak memakai masker ketika keluar rumah.

Padahal, memakai masker itu seharusnya sudah menjadi kebiasaan bagi setiap orang. Bila sudah menjadi kebiasaan, seharusnya tidak ada yang lupa untuk memakainya. Apalagi pura-pura lupa.

Sebab, ketika hendak ke luar rumah, masker kini sudah menjadi barang wajib yang harus dibawa selain dompet, surat kendaraan, dan juga gawai. Perilaku ini yang harus terus diingatkan.

Edukasi Harus Terus Dilakukan

Toh, bagaimanapun, denda itu hanya sekadar cara untuk memunculkan efek jera bagi masyarakat agar tidak lagi bandel. Toh, uang hasil penindakan denda tersebut akan masuk ke dalam kas negara yang nantinya bisa digunakan untuk membeli masker.

Namun, yang tidak boleh dilupakan pemerintah, bilapun razia jalan terus, upaya mengedukasi masyarakat (tanpa razia) agar patuh pada protokol kesehatan agar Covid-19 tidak terus meluas, harus terus dilakukan.

Bagaimanapun, ada masyarakat yang masih kesulitan memiliki masker dalam jumlah cukup. Memang, harga masker kini lebih murah dibandingkan di awal masa pandemi dulu.

Namun, memiliki masker siap pakai berganti setiap hari, bukan hal mudah. Terlebih bagi mereka yang kesulitan ekonomi di masa sulit ini. Karenanya, mereka juga perlu dibantu.

Bagaimanapun, ada masyarakat yang mungkin kesulitan mendapatkan akses informasi perihal razia tersebut. Atau bahkan ada warga yang menganggap bahwa situasi ini hanya konspirasi sehingga abai pada protokol kesehatan. Karenanya, mereka masih perlu diedukasi.

Nah, agar edukasi pentingnya menggunakan masker benar-benar dipatuhi masyarakat, pemerintah perlu untuk melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh pemuda di kampung-kampung.

Mereka bisa diajak bersama-sama mensosialisasikan bahaya Covid-19 melalui kegiatan yang dilakukan. Sehingga akan muncul kesadaran kolektif. Mereka juga bisa meneruskan kesadaran itu ke keluarga masing-masing.

Pada akhirnya, menyadarkan masyarakat agar patuh protokol kesehatan semisal melalui razia, itu sangat penting. Itu akan menjadi shock therapy. Bikin kapok agar tidak mengulanginya lagi.

Namun, juga tidak kalah penting untuk terus mengedukasi masyarakat perihal pentingnya patuh protokol kesehatan. Harapannya, bila sudah tercipta kesadaran, rasanya tidak perlu ada paksaan untuk patuh pada protokol kesehatan.

Sebab, masyarakat sudah sadar bahwa ketika mereka patuh pada protokol kesehatan, itu untuk melindungi diri mereka dan keluarganya sendiri. Salam sehat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun