Saya yakin, mayoritas dari kita paham bila marah berlebihan bisa berdampak buruk bagi kesehatan. Namun, meski paham, kita seringkali tidak mampu mengelola marah.
Bahkan, dalam situasi tertentu, marah-marah seolah menjadi keharusan. Mungkin supaya dianggap tegas. Malah ada yang merasa bila tanpa marah rasanya seperti sayuran kurang bumbu. Ada yang seperti itu?
Sebenarnya, marah merupakan salah satu bentuk emosi yang wajar seperti halnya tertawa. Setiap orang bisa marah. Meski marahnya dengan porsi berbeda-beda.
Marah dalam porsi wajar serta mampu menenangkan diri, bisa membuat pengeluaran hormon stres yang berdampak aman buat jantung dan pembuluh darah. Serta, tidak menimbulkan manifestasi stres lain berupa depresi dan kecemasan.
Berisiko terkena serangan jantung 8,5 kali lebih tinggiÂ
Namun, bila sampean (Anda) tipikal orang yang berlebihan ketika marah, Anda perlu berhati-hati. Anda perlu mulai berlatih mengontrol emosi.
Sebab, sifat pemarah bukan hanya akan membuat orang di sekitar kita merasa tidak betah dan memilih menjauhi kita. Tapi yang lebih berbahaya, sifat pemarah bisa mengancam nyawa.
Bagaimana tidak, sebuah penelitian menyebutkan, orang yang gampang marah-marah, ternyata berisiko terkena serangan jantung 8,5 kali lebih tinggi setelah ia meluapkan kekesalannya!
Melansir dari Kompas.com, menurut penelitian yang dipublikasikan dalam The European Heart Journal Acute Cardiovascular Care, disebutkan orang yang memiliki episode marah secara intens akan meningkatkan sampai 8,5 kali terkena serangan jantung dua jam kemudian.
Pernah juga ada penelitian di sebuah rumah sakit yang mengamati 313 orang yang dirawat karena serangan jantung. Metodenya, pria dan wanita diminta untuk mengisi kuisoner tentang tingkat kemarahan yang mereka alami dalam waktu 48 jam sebelumnya dalam skala yang ditentukan.
Skalanya dimulai dari angka 1. Tenang 2. Sibuk, tetapi tidak diganggu 3. Agak marah, jengkel dan diganggu, tetapi tidak menunjukkan 4. Cukup marah, diganggu sehingga menunjukkannya dari suara.
Kemudian angka 5. Sangat marah, tubuh tegang, mengepalkan tangan, siap untuk meledak 6. Sangat marah, terpaksa menunjukkannya secara fisik, nyaris tak terkendali 7. Sangat marah, di luar kendali, melempar barang, melukai diri sendiri atau orang lain.
Nah, hasil dari penelitian ini, tingkat kemarahan yang lebih besar dari nomor 5, dilaporkan oleh tujuh orang dari partisipan dalam dua jam sebelum mereka mengalami serangan jantung, dan empat jam sebelum serangan jantung terjadi pada satu orang.
Sementara rasa marah nomor 4 terjadi pada dua orang sebelum gejala serangan jantung terjadi, dan empat jam sebelumnya pada tiga orang.
Yang menarik, penelitian ini mengungkapkan faktor emosional apa yang bisa memicu serangan jantung.
"Sebagai contoh, peneliti menemukan beberapa laporan terkait kemarahan karena berdebat dengan anggota keluarga, berdebat dengan orang lain, marah saat bekerja, dan saat mengemudi," ujar peneliti seperti dikutip dari sebuah artikel.
Bukankah kita sering tiba-tiba marah dan emosi mendadak naik gara-gara beberapa hal tersebut. Ketika berbeda pendapat saat berdebat. Ketika di tempat kerja. Atau ketika di jalan.
Pria lebih rentan terkena serangan jantung
Ya, kita harus mulai mengingat kembali bahwa marah berlebihan tidak bagus bagi kesehatan.
Bahwa marah merupakan salah satu manifestasi dari stres. Dan stres merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner. Penyakit yang jadi penyebab kematian utama di masyarakat.
Selain ada faktor risiko lain yang meliputi faktor genetik, penyakit hipertensi, diabetes, merokok, obesitas, dan kurang olahraga.
Terkait kaitan antara marah dengan kesehatan jantung ini, saya pernah berkesempatan mewawancara dokter spesialis jantung untuk keperluan konten tulisan di majalah rumah sakit.
Selama mewawancara kurang lebih setengah jam, saya tidak hanya mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang saya sampaikan. Saya juga serasa mendapatkan 'seminar gratis' tentang kesehatan jantung, perlunya menahan marah, dan mengelola stres.
Ada beberapa penjelasan menarik. Namun, yang paling jadi reminder bagi saya adalah penjelasan bahwa para peneliti menemukan, sikap emosional tampaknya lebih merusak jantung pria daripada wanita.
Termasuk penjelasan bahwa diantara pasien penyakit jantung, pasien yang temperamental, harapan hidupnya 24 % lebih rendah dibandingkan pasien yang bisa mengendalikan emosinya.
Benarkah pria memang lebih rentan terkena serangan jantung dibandingkan wanita?
Melansir dari sains.kompas.com, dalam artikel berjudul "Mengapa Pria Rentan Serangan Jantung", disebutkan bahwa sejumlah kasus serangan jantung yang pernah terjadi, lebih banyak pada pria.
Hal ini dipengaruhi oleh faktor hormonal seorang wanita. Bahwa, sebelum perempuan menopause, banyak produksi hormon estrogen sehingga pembuluh darahnya lentur.
"Dalam penelitian disebutkan, perempuan 10 tahun lebih lambat terkena serangan jantung dibanding pria. Tetapi, setelah menopause, risiko wanita terkena serangan jantung sama dengan laki-laki. Setelah menopause tidak ada lagi perlindungan hormon. Profil lemaknya berubah juga. Lebih gemuk, gerak kurang," terang Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, Jetty Sedyawan seperti dikutip dari sebuah artikel kesehatan.
Berlatih mengendalikan marah
Nah, bila marah bisa berdampak mengerikan, kita perlu untuk mulai melatih mengendalikan marah. Kalau bahasanya dokter, marah dengan cara positif. Marah yang tidak membahayakan diri sendiri atau orang lain.
Bagaimana caranya?
Ada beberapa cara sederhana yang bisa kita terapkan untuk mengendalikan emosi ketika situasi memaksa marah. Diantaranya dengan mengatur napas dan berpikir positif. Ketika mulai marah, tarik napas dalam-dalam.
Bisa sembari berucap "santai" atau "tenang" perlahan-lahan sampai kemarahan reda. Atau berhitung dari 1-10 guna memberi waktu untuk menenangkan diri dan berpikir lebih jernih.
Tips lainnya, berpikir sebelum berbicara. Ketika hati panas, sangat mudah mengatakan sesuatu yang mungkin akan disesali. Karenanya, tenangkan diri untuk mengumpulkan pikiran sebelum berkata apa-apa.
Kalaupun ingin mengekspresikan kemarahan, tunggu setelah tenang dan luapkan kemarahan dengan tegas, tapi tidak konfrontatif.
Ungkapkan apa yang Anda rasakan secara jelas dan langsung, tanpa menyakiti orang lain. Atau, bicarakan perasaan dengan teman yang mungkin dapat membantu mendapatkan cara pandang berbeda.
Tips yang tidak kalah penting, temukan alasan kenapa marah. Sebab, selalu ada sesuatu yang mendasari amarah. Maka kuncinya adalah menemukan pemicunya.
Ingatkan pada diri sendiri jika marah tidak akan memperbaiki apa-apa dan mungkin hanya membuat segala sesuatu menjadi lebih buruk.
Dan yang tidak kalah penting, jangan menyimpan dendam. Jika dapat memaafkan seseorang yang membuat marah, Anda mungkin bisa belajar dari situasi yang Anda alami.
Olahraga atau aktivitas  fisik juga bisa menjadi solusi untuk membantu mengurangi stress yang dapat menyebabkan marah. Beberapa jenis olahraga yang bisa memberikan manfaat maksimal bagi jantung diantaranya jalan kaki, lompat tali, bersepeda dan kelas aerobik/kardio. Olahraga ini memperkuat jantung dan paru-paru.
Pada akhirnya, bila selama ini kita termasuk tipikal yang gampang marah, belum terlambat untuk berubah. Ingat dampaknya.
Ya, mari memulai untuk menjaga kestabilan emosi. Bersikap lebih tenang. Selain tentunya menjaga asupan makanan dan aktivitas fisik. Salam sehat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H