Selama mewawancara kurang lebih setengah jam, saya tidak hanya mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang saya sampaikan. Saya juga serasa mendapatkan 'seminar gratis' tentang kesehatan jantung, perlunya menahan marah, dan mengelola stres.
Ada beberapa penjelasan menarik. Namun, yang paling jadi reminder bagi saya adalah penjelasan bahwa para peneliti menemukan, sikap emosional tampaknya lebih merusak jantung pria daripada wanita.
Termasuk penjelasan bahwa diantara pasien penyakit jantung, pasien yang temperamental, harapan hidupnya 24 % lebih rendah dibandingkan pasien yang bisa mengendalikan emosinya.
Benarkah pria memang lebih rentan terkena serangan jantung dibandingkan wanita?
Melansir dari sains.kompas.com, dalam artikel berjudul "Mengapa Pria Rentan Serangan Jantung", disebutkan bahwa sejumlah kasus serangan jantung yang pernah terjadi, lebih banyak pada pria.
Hal ini dipengaruhi oleh faktor hormonal seorang wanita. Bahwa, sebelum perempuan menopause, banyak produksi hormon estrogen sehingga pembuluh darahnya lentur.
"Dalam penelitian disebutkan, perempuan 10 tahun lebih lambat terkena serangan jantung dibanding pria. Tetapi, setelah menopause, risiko wanita terkena serangan jantung sama dengan laki-laki. Setelah menopause tidak ada lagi perlindungan hormon. Profil lemaknya berubah juga. Lebih gemuk, gerak kurang," terang Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, Jetty Sedyawan seperti dikutip dari sebuah artikel kesehatan.
Berlatih mengendalikan marah
Nah, bila marah bisa berdampak mengerikan, kita perlu untuk mulai melatih mengendalikan marah. Kalau bahasanya dokter, marah dengan cara positif. Marah yang tidak membahayakan diri sendiri atau orang lain.
Bagaimana caranya?
Ada beberapa cara sederhana yang bisa kita terapkan untuk mengendalikan emosi ketika situasi memaksa marah. Diantaranya dengan mengatur napas dan berpikir positif. Ketika mulai marah, tarik napas dalam-dalam.