Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Serge Gnabry, Dulu Diremehkan, Kini Bikin "Mantan" Menyesal

20 Agustus 2020   13:17 Diperbarui: 20 Agustus 2020   21:16 3759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam buku "Sepatu Dahlan", tokoh senior media yang hingga kini masih aktif menulis, Dahlan Iskan, menyebut bahwa orang hebat tidak dihasilkan melalui kemudahan, kesenangan, dan kenyamanan.

Sebaliknya, mereka dibentuk melalui serial kesukaran, tantangan, dan juga air mata.

Kata Pak Dahlan, jika semua yang kita kehendaki terus bisa kita miliki, darimana kita belajar ikhlas. Jika semua yang kita impikan segera terwujud, darimana kita belajar sabar. Dan, jika setiap do'a kita terus dikabulkan, bagaimana kita dapat belajar ikhtiar.

Saya mendadak teringat dengan kutipan Pak Dahlan itu setelah melihat sukses Bayern Munchen menapak ke final Liga Champions 2019/2020 usai mengalahkan Olympique Lyon 3-0 di semifinal, Kamis (20/8) dini hari.

Bahwa, rangkaian kutipan hebat dari Pak Dahlan itu, dulunya pernah dijalani oleh pahlawan kemenangan Bayern di laga semifinal itu, Serge "Chef" Gnabry. Jauh sebelum Gnabry menjadi pemain 'kelas dunia' seperti sekarang, dia pernah merasakan kesulitan, penolakan, dan diremehkan.

Cerita bermula sepuluh tahun silam, Gnabry yang kala itu berusia 15 tahun, dianggap bakal menjadi calon pemain besar. Arsenal yang memang rajin menempatkan 'mata-mata' pemandu bakatnya ke banyak negara, menemukan bakatnya.

Gnabry yang lahir dari pasangan ayah berkebangsaan Pantai Gading dan ibu asli Jerman, sejak belia dikenal memiliki kemampuan lari cepat. Dia memang pernah menjadi sprinter sebelum akhirnya memilih sepak bola ketimbang lintasan lari.

Tahun 2010 itu, Arsenal merekrutnya dari klub Jerman, VfB Stuttgart dengan harga hanya 100 ribu pounds. Gnabry lantas bergabung dengan Arsenal di musim 2011/12. Dia bermain di tim U-18.

Karena bermain bagus, Gnabry mendapat promosi ke tim reserves yang artinya menjadi pelapis tim senior. Pada Oktober 2012, dia memainkan debut di Liga Inggris saat Arsenal melawan Norwich. Gnabry yang berusia 17 tahun 98 hari, jadi pemain termuda kedua Arsenal yang main di Premier League. Empat hari kemudian, dia juga dimainkan sebagai pemain cadangan di Liga Champions melawan Schalke.

Namun, hanya sekali itu penampilannya di musim 2012/13 itu. Setelahnya, dia hanya menyaksikan pemain-pemain Arsenal bermain dari bangku cadangan.

Dan memang, bagi anak muda seusianya, bermain di klub setenar Arsenal bak sebuah dilema. Ada kebanggaan. Namun, dia juga harus legowo bila hanya duduk manis di bangku cadangan alias tak mendapatkan kesempatan bermain. 

Toh, minimal, mereka termotivasi untuk terus berlatih keras agar bisa masuk tim utama. Itu yang dilakukan Gnabry jelang musim 2013/14. Dia menempa dirinya dengan berlatih keras.

Hasilnya lumayan. Dia dimainkan 9 kali di Liga Inggris dengan mencetak satu gol dan dua kali bermain di Liga Champions. Dia juga punya andil besar dalam membawa Arsenal juara Piala FA di musim itu. Gnabry bahkan masuk nominasi Golden Boy Award 2013. Award individu untuk anak muda yang dinilai tampil bagus di kompetisi Eropa.

Namun, yang paling melegakan baginya, dia mendapat kontrak baru dari Arsenal berdurasi 5 tahun. Kerja kerasnya terbayar.

Dipinjamkan ke WBA, dianggap tak pantas main di Liga Inggris

Tetapi, hidup memang terkadang manis, tetapi di lain waktu bisa sangat bengis. Gnabry merasakan itu. Ketika hasil dari ikhtiarnya mulai terlihat, apa daya, dia justru dihantam cedera lutut.

Cedera itu membuatnya menghilang dari lapangan di musim 2014/15. Setelah itu, tanah Inggris tidak lagi sama bagi pemain kelahiran 14 Juli 1995 ini.

Gnabry menjadi pemain yang terbuang. Oleh Arsenal, dia dipinjamkan ke klub West Bromwich Albion (WBA) di musim 2015/16. Niatnya bagus, agar Gnabry merasakan bermain di tim utama karena kesempatan di WBA lebih besar dibanding di Arsenal.

Yang terjadi, Gnabry ternyata juga tidak mendapatkan kesempatan bermain di WBA. Selama enam bulan, dia hanya bermain 136 menit. Media-media Inggris menyebutnya "not good enough" untuk bermain di Liga Primer.

Arsenal pun kembali memanggilnya pada tengah musim Januari 2015. Di musim itu, dia hanya bermain sekali. Media-media Inggris mulai menyebutnya anak muda yang gagal. Flop.

Dalam wawancara dengan UEFA.com, Gnabry menyebut cerita itu akan selalu diingatnya, "will always with me". 

Sementara melansir dari Eurosport pada Mei 2020 lalu, Gnabry mengaku marah dan bingung dengan keputusan Arsenal menaruhnya di WBA. Terlebih pemberitaan di media Inggris tentang dirinya.

"Saya pernah membaca tulisan yang menyebut saya pemalas, tidak bugar dan tidak pada levelnya bermain di Liga Inggris, itu membuat saya frustrasi. Disebut pemalas setelah segala hal yang saya lakukan sejak kecil, itu sungguh membuat saya marah," ujar Gnabry.

Memilih pindah ke Jerman, menata kembali kariernya

Setelah itu, Gnabry pun menganggap waktunya di Inggris sudah habis. Karenanya, ketika klub Jerman, Werder Bremen datang mengajaknya bergabung pada 31 Agustus 2016, dia langsung menyambutnya. Tawaran Arsene Wenger agar dia memperpanjang kontrak di Arsenal, dia tolak.

Keputusannya pindah ke Bundesliga tepat. Di Jerman, di usia 21 tahun, Gnabry bisa membangun kembali kariernya yang berantakan di Inggris. Dia menata kembali semangatnya yang sempat terpuruk di London.

Dia langsung jadi pilihan utama di Bremen. Di musim 2016-17 itu, Gnabry bermain 27 kali dan mencetak 11 gol. Bremen dibawanya ke posisi 8 di Bundesliga.

Dan memang, kerja keras tidak mengkhianati hasil. Penampilan apik Gnabry dipantau Bayern Munchen. Tim terbaik di Jerman itu langsung merekrutnya di akhir musim itu. Itu lompatan karier luar biasa baginya. Namun, lagi-lagi dia harus bersabar.

Sebab, Bayern memilih 'menyekolahkannya' ke klub 1899 Hoffenheim di musim 2017/18. Toh, cerita masa peminjaman kali ini jauh lebih bagus ketimbang saat di WBA dulu. Gnabry bermain bagus. Dia tampil 22 kali dan mencetak 10 gol.

Maka, Bayern pun kembali memanggilnya. Bayern rupanya memberi tes bagi Gnabry sebelum dia benar-benar layak berkostum Bayern. Dan Gnabry menunjukkan bahwa dia memang pantas bermain di level tertinggi.

Lantas, cerita Gnabry bersama Bayern dimulai 2018/19. Hasilnya, dia jadi pemain inti dan ikut membawa Bayern juara. Bahkan, Gnabry terpilih jadi pemain terbaik Bayer Munchen di musim itu.

"Bila melihat apa yang terjadi di masa lalu, saya bangga dengan hasil yang saya capai," ujar Gnabry kepada BT.

Toh, baru di musim 2019/20 inilah, nama Gnabry benar-benar 'meledak'. Utamanya ketika dia tampil dahsyat di Liga Champions.

Pada 1 Oktober 2019 lalu, di fase grup, Gnabry yang kembali ke London, membuat orang Inggris terkejut bukan kepalang. Betapa tidak, dia mencetak empat gol ke gawang Tottenham Hotspur saat Bayern menang 2-7 di Stadion Wembley.

Dia seolah ingin menunjukkan kepada publik di London, bahwa Gnabry yang sekarang sudah jauh berbeda dengan Gnabry yang dulu mereka olok-olok tidak punya level main di Liga Inggris.

Di laga pertama babak 16 besar ketika Bayern bertemu tim London lainnya, Chelsea, lagi-lagi Gnabry mengamuk. Dia mencetak dua gol hanya dalam tiga menit saat Bayern menang 3-0 di London.

Gnabry menjelma menjadi pemain ganas ketika bersua tim London. Entah bagaimana jadinya seandainya Bayern bertemu Arsenal di kompetisi Eropa musim ini. Yang jelas, Arsenal dan para pendukungnya pastinya menyesal melihat Gnabry yang sekarang.

Tapi yang jelas, para penggemar sepak bola di London pastinya sudah memperbarui opini mereka pada Gnabry. Dari pemain buangan, kini jadi pemain menakutkan. Ya, pendukung Tottenham dan Chelsea pastinya akan mengingat Gnabry yang sekarang.

Toh, dia tidak hanya tampil bagus ketika menghadapi tim London. Gnabry ikut mencetak satu gol saat Bayern mengukir kemenangan tak terlupakan, 8-2 atas Barcelona di perempat final (14/8).

Jadi pemain terbaik Bayern di semifinal, akan main di final Liga Champions 

Dan, di babak semifinal kala Bayern melawan Lyon, Kamis (20/8) dini hari tadi, Gnabry memperlihatkan dirinyalah pemain Bayern yang paling berbahaya. Bukan Robert Lewandowski.

Ya, dini hari tadi, Bayern sempat kesulitan menembus pertahanan Lyon. Lewandowski yang mencetak gol dalam 9 laga beruntun Liga Champions musim ini, dikawal ketat oleh bek-bek Lyon. Begitu juga si penerjemah ruang, Thomas Muller.

Pemain-pemain Lyon mungkin bisa mematikan Lewandowski dan Muller, tapi tidak dengan Gnabry.

Di menit ke-18, Gnabry memecah kebuntuan. Dengan kecepatan lari sprint, dia meliuk-liuk di pertahanan yang dipenuhi enam pemain Lyon. Tidak ada yang bisa menyetopnya. Lantas, tendangan kerasnya membuat Bayern akhirnya unggul.

Lalu, di menit ke-33, Gnabry menyambar bola lepas dari tangkapan kiper Lyon yang membuat Bayern sudah setengah kaki ke final. Bayern akhirnya menang 3-0.

Di akhir laga, Gnabry terpilih sebagai man of the match. Mantan pemain Milan, Cosmin Contra yang menjadi UEFA Technical Observer di laga itu, menyebut Gnabry terpilih karena mencetak dua gol dan menciptakan banyak peluang untuk mencetak gol.

"Dia juga bekerja bagus membantu pertahanan timnya," ujar Contra dikutip dari situs UEFA.

Di final pada 23 Agustus mendatang, Bayern akan menghadapi Paris Saint-Germain (PSG), tim yang juga doyan menyerang seperti mereka.

Bila PSG punya Neymar, pemain yang bisa berlama-lama menguasai bola plus Kylian Mbappe yang punya kecepatan lari, Gnabry akan menjadi senjata Bayern. Dengan kecepatan lari dan kemampuannya mencetak gol, dia bisa membuat perbedaan di final nanti.

Andai Bayern yang juara, itu akan menjadi 'hadiah' terbaik bagi Gnabry. Bahwa, kerja kerasnya untuk pulih dari cedera lutut yang sempat mengancam kariernya, sekaligus memulihkan rasa percaya dirinya yang sempat berantakan di Inggris, akhirnya terbayar.

Seperti kata Pak Dahlan, Tuhan menaruhmu di "tempatmu" yang sekarang, bukan karena kebetulan. Orang yang hebat tidak dihasilkan melalui kemudahan, kesenangan, dan kenyamanan. Mereka dibentuk melalui kesukaran, tantangan, dan air mata. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun