Menyikapi demo di masa pandemi ini, saya tertarik dengan pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria yang dikutip awak media.
Menurutnya, pemerintah memang tidak bisa melarang masyarakat melakukan aksi demonstrasi. Namun, dia meminta masyarakat lebih bijak dalam menyampaikan pendapat dan kritik ketika turun ke jalan.
"Kalau bisa lakukan audiensi terbatas, disampaikan masukan, kritik, apapun silahkan. Kami sangat terbuka, transparan, siapapun boleh memberikan masukan, termasuk kritik yang konstruktif. Tapi kami minta disampaikan secara lebih bijak di masa pandemi Covid," ujarnya seperti dikutip dari CNN Indonesia.com.
Wajar bila pak wakil gubernur merasa perlu memberikan imbauan seperti itu. Sebab, ketika pemerintah di DKI telah melakukan berbagai upaya untuk menekan penyebaran Covid-19, muncul kekhawatiran bila aksi demonstrasi yang dilakukan secara kerumunan, bisa menyebabkan penyebaran virus corona di wilayah Jakarta semakin meluas.
Padahal, bukan hanya pemerintah, bila ditanya, mereka yang turun ke jalan untuk melakukan unjuk rasa tersebut, rasanya juga terbersit rasa cemas. Ya, dengan situasi yang masih berisiko, mereka tentu cemas bila sampai terpapar virus yang telah menyebabkan puluhan ribu nyawa meninggal dunia.
Karenanya, di masa pandemi ini, meski tidak ada aturan detail yang mengatur perihal demonstrasi, semisal bila dibandingkan dengan kegiatan belajar mengajar yang ada aturannya, tetapi penting untuk menjaga diri agar aman dari kemungkinan terpapar Covid-19.
Bahwa, menyampaikan aspirasi di masa pandemi, termasuk perihal omnibus law RUU Cipta Kerja, tidak melulu dilakukan dengan unjuk rasa turun ke jalan dan berkerumun. Masih ada opsi lain.
Misalnya, perwakilan elemen seperti buruh maupun mahasiswa yang pada pertengahan Juli lalu berunjuk rasa di Gedung DPR, Senayan, bisa memilih opsi audiensi. Termasuk mereka yang berunjuk rasa menyoal RUU Cipta Kerja di sejumlah kota seperti di Makassar, Banyumas, atau Yogyakarta, juga bisa melakukan audiensi dengan wakil rakyat setempat. Tentunya dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Bermasker, membawa hand sanitizer, cuci tangan, serta berupaya menjaga jarak.
Selain audiensi, menyampaikan suara keberatan, bisa juga dengan cara membuat petisi atau mungkin surat terbuka. Atau bisa menuliskannya lewat laman media sosial yang bukan tidak mungkin akan tercipta diskusi.
Intinya, untuk menyuarakan aspirasi, termasuk keberatan terhadap omnibus law RUU Cipta Kerja, tidak melulu lewat demo. Namun, menyampaikan aspirasi, saran, dan kritikan di masa pandemi, bisa dilakukan dengan cara yang lebih elegan, efektif, dan tentu saja mempertimbangan faktor kesehatan.
Tentang Omnibus Law RUU Cipta Kerja