Setelah dapat mengenal dirinya sendiri manusia akan dapat memposisikan dirinya sesuai dengan keadaan di sekitarnya dan sesuai dengan kebutuhannya tanpa adanya konflik. Prinsip ini mengajarkan bahwa manusia harus bertindak sesuai dengan hukum alam, aturan sosial, atau peran mereka dalam kehidupan. Ini menciptakan keharmonisan dalam hidup.
Contohnya, seorang anak yang tahu untuk menghormati orang tuanya dan melakukan kewajibannya di rumah sebagai bagian dari peran keluarga, tanpa mencoba untuk melanggar norma atau peran yang seharusnya dijalankan dalam kehidupan keluarga.
6. Sakpenake (Seenaknya)
Prinsip ini menekankan pentingnya mengikuti keinginan dan kebutuhan diri sendiri, namun dengan batasan yang bijaksana. Â Sakpenake bukan berarti melakukan segala sesuatu tanpa batasan, tetapi lebih kepada menemukan titik tengah antara keinginan dan kewajiban. Prinsip ini mengajarkan untuk hidup dengan cara yang nyaman, tanpa menuntut lebih dari yang dibutuhkan dan tanpa merugikan orang lain.
Contohnya, seorang pengusaha yang menjalankan bisnis dengan adil, memperlakukan karyawan dengan baik, memberikan gaji yang layak, dan tidak mengeksploitasi mereka demi keuntungan pribadi. Dia menjalankan bisnis dengan cara yang membawa kenyamanan baik bagi dirinya sendiri maupun bagi karyawan dan masyarakat di sekitarnya.
Konsep enam "SA" adalah filosofi hidup kepada kesederhanaan yang menekankan pengelolaan diri dan batin untuk mencapai kebahagiaan sejati. Dengan mempraktikkan prinsip sebutuhnya, seperlunya, secukupnya, sebenernya, semestinya, dan seenaknya, seseorang dapat menjalani hidup sederhana namun bermakna, lebih damai dengan ketenangan batin dan dapat menemukan kebahagiaan sejati tanpa tergantung pada hal-hal eksternal. Prinsip-prinsip ini menjadi bentuk meditasi hidup yang terus-menerus melatih kesadaran diri.
Untuk mencari manusia, Ki Ageng Suryomentaram memperkenalkan konsep kawaruh jiwa. Apabila ditarik kepada intinya, konsep kawaruh jawa mengajarkan cara untuk memahami diri sendiri (meruhi awakipun piyambak) secara tepat, benar, dan jujur. Sehingga seseorang dapat memahami atau mengenali orang lain dan lingkungannya dengan tepat, jujur dan benar, serta dapat mencapai kebahagiaan yang tidak bergantung pada waktu, tempat dan situasi atau keadaan (mboten gumantung, wekdal, lan kawotenan). Kawaruh jiwa merupakan hasil dari pengalaman pribadi Ki Ageng Suryomentaram yang mengalami pencerahan setelah meninggalkan kehidupan keraton dan mencari kebahagiaan dalam kehidupan sebagai rakyat biasa.
Pangawikan pribadi, merupakan istilah yang akan taka sing terdengar bagi siapapun yang mempelajari ajaran kawaruh jiwa. Pangawikan pribadi menurut Ki Ageng Suryomentaram dapat disamakan dengan mempelajari manusia dan kemanusiaan. Pangawikan pribadi memiliki watak wening (jenrih). Apabila sebelumnya tidak dapat merasa (raos), kemudian akan menjadi dapat merasa, byar, terang benderang. Sehingga seseorang dapat melihat dengan jernih dirinya sendiri, orang lain dan juga barang ciptaan lain (lingkungan).