Apa yang Dimaksud dengan Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram?
Kebatinan berasal dari kata "batin" yang berarti bagian terdalam dari diri manusia yang mencakup pikirian, perasaan, dan kesadaraan. Dalam pandangan Ki Ageng Suryomentaram, kebatinan merupakan ilmu tentang cara mengenali, memahami, dan mengelola pikiran, perasaan, dan kesadaran untuk mencapai keseimbangan dan kedamaian hidup. Sehingga kebatinan bukanlah sekadar praktik spiritual atau ritual, melainkan sebuah pendekatan introprespektif yang berfokus pada usaha memahami diri sendiri, mengenali kebutuhan sejati, dan menjalani hidup dengan harmoni batin, melainkan kebatinan merupakan pemahaman mendalam tentang jiwa manusia yang meliputi pengenalan, pengendalian, dan pengelolaan batin untuk mencapai kebahagiaan sejati yang tidak terkait tempat, waktu dan situasi. Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram, berfokus pada pencapaian hidup yang seimbang dan damai, bebad dari keinginan berlebihan yang dapat menyebabkan ketidakbahagiaan.
Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram bersumber terhadap ide "mencari manusia" dan "mencari kebahagiaan (bedjo)". Ki Ageng Suryomentaram berpendapat bahwa manusia seringkali tidak memahami dirinya sendiri, sehingga terjebak dalam hasrat duniawi atau keinginan (karep) yang terus bertambah, tidak berhenti dan tidak pernah terpuaskan. Hal ini dapat menimbulkan konflik batin dan kegelisahan, dan penderitaan. Adapun pendekatan yang digunakan dalam ajaran-ajaran Ki Ageng Suryomentaram adalah pendekatan rasionalitas reflektif yang merupakan rasionalitas yang meliputi dimensi rasa, akal budi, naluri, dan intuisi dari seorang manusia. Ki Ageng Suryomentaram juga menggunakan pendekatan rasionalitas akomodatif, yang menempatkan rasa orang lain sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam upaya mencapai kebenaran dan kebahagiaan. Dimana ketika kedua rasionalitas ini diintegrasikan, akan menghasilkan kondisi "situasional" yang mengacu pada situasi dimana manusia dapat atau mampu mengambil keputusan yang tepat dan efektif dalam konteks sosial yang kompleks maupun konteks situasi dan tantangan yang sedang dihadapi. Dengan menggabungkan rasionalitas reflektif dan rasionalitas akomodatif, seseorang dapat menemukan keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama atau kolektif, serta beradaptasi dengan perubahan dan dinamika dalam lingkungan sosial.
Contohnya adalah seorang pedagang yang harus mahir dalam membaca dan memahami karakter pembeli atau konsumennya dan seorang murid sekolah yang harus pandai dalam menyesuaikan cara belajarnya dengan cara mengajar guru serta cara bersosialisasi dengan lingkungan pertemanan. Hal ini dapat juga tercermin dalam ungkapan sadoyo agami sami mawon yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah semua agama sama saja, artinya semua agama memiliki tujuan yang sama yaitu untuk membawa kebaikan dan kebahagiaan bagi umat manusia. Dalam pandangan Ki Ageng Suryomentaram mengenai rasionalitas reflektif, akomodatif, dan situasional mengajarkan cara memandang dan menjalani kehidupan bukan hanya berdasarkan akal budi, melainkan juga melibatkan dimensi rasa serta kemampuan bereaksi yang fleksible dan adaptable terhadap situasi serta tantangan yang dihadapi.
Dalam ajarannya mengenai ilmu kebahagiaan atau kawaruh begja, Ki Ageng Suryomentaram memperkenalkan konsep enam "SA" yang terdiri atas sa-butuhne (sebutuhnya), sa-perlune (seperlunya), sa-cukupe (Secukupnya), sa-benere (sebenernya), sa-mesthine (semestinya), sak-penake (seenaknya) yang mengajarkan bahwa untuk mencapai Bahagia, seseorang harus hidup sewajarnya dengan tidak berlebih-lebihan maupun tidak kekurangan. Konsep enam "SA" dijadikan sebagai panduan hidup sewajarnya atau secukupnya demi mencapai kebahagiaan yang sejati. Adapun konsep enam "SA" ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Sabutuhne (Sebutuhnya)
Prinsip ini berhubungan dengan kebutuhan manusia, prinsip ini mendorong manusia untuk mengambil keputusan berdasarkan kebutuhan bukan berdasarkan keinginan semata. Menurut Ki Ageng Suryomentaram, manusia dapat melangsungkan kehidupan karena adanya dorongan dari alam bawah sadar yang disebut rasa hidup. Tindakan yang dilakukan oleh manusia terwujud karena adanya perasaan seperti haus dan lapar yang merupakan dorongan yang dimiliki oleh setiap manusia. Dengan menerapkan prinsip sabutuhne dalam kehidupan, setiap keputusan yang diambil akan berdasarkan kebutuhan bukan untuk memenuhi setiap keinginan yang sering muncul dan bukan menjadi kebutuhan utama dalam hidup.
Contohnya, seseorang yang memutuskan untuk hanya membeli barang-barang yang dibutuhkan dalam kehidupannya, seperti makanan dan pakaian yang cukup, dan tidak terjebak dalam tren atau gaya hidup mewah yang hanya didorong oleh keinginan.