Mohon tunggu...
Gysella Ayu Wanditha
Gysella Ayu Wanditha Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223010162

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG Universitas Mercu Buana Meruya Prodi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia Pendekatan Robert Klitgaard dan Jack Bologna

22 November 2024   09:09 Diperbarui: 22 November 2024   09:09 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PPT Modul Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si.


4. Exposures (Pengungkapan)

Berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan. Hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku korupsi yang tidak memberi efek jera pelaku maupun orang lain. Dalam hal ini kasus tidak hanya diungkap tetapi juga lebih luas yaitu penegakan hukum /law enforcement secara konsisten. Seorang koruptor harus dihukum berat sesuai dengan kesalahannya sehingga memberikan efek jera bagi yang lain.

Bagaimana Penerapan Teori Robert Klitgaard dan Teori Jack Bologna dalam Kasus Korupsi di Indonesia?

Contoh kasus yang digunakan kali ini merupakan kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) COVID-19 oleh mantan Menteri Sosial, Juliari P. Batubara pada tahun 2020.

Kasus ini bermula dengan adanya pengadaan program bantuan sosial penanganan COVID-19 berupa paket sembako di Kementrian Sosial pada tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp 5,9 triliun dengan total 272 kontrak yang dilaksanakan dengan dua periode. Juliari P. Batubara selaku Menteri Sosial pada saat itu menunjuk Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan Proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan dan diduga terjadi kesepakatan ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementrian Sosial melalui Matheus. Untuk setiap paket bantuan sosial, fee yang disepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp 10.000 per paket sembako dari nilai Rp 300.000 per paket bantuan sosial. Pada Mei sampai November tahun 2020, Maatheus dan Adi membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa supplier sebagai rekanan yang diantaranya Ardian I. M., Harry Sidabuke dan PT RPI yang diduga dimiliki oleh Matheus. Penunjukan PT RPI sebagai salah satu rekanan diduga diketahui Juliari dan disetujui oleh Adi.  

Pada periode pertama pelaksanaan paket bantuan sosial sembako, diduga diterima fee sebesar Rp 12 Miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari melalui Adi. Diduga total suap yang diterima oleh Juliari sebesar Rp 8,2 Miliar. Uang tersebut kemudian dikelola oleh Eko dan Shelvy N. selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari. Kemudian pada periode kedua pelaksanaan paket bantuan sosial sembako, dari Oktober hingga Desember tahun 2020 terkumpulnya fee sekitar Rp 8,8 Miliar. Menurut KPK total uang suap yang diterima oleh Juliari sebesar Rp 17 Miliar dan seluruh uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Juliari.

Sebelum Juliari P. Batubara ditetapkan sebagai tersangka, KPK terlebih dahulu melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap pejabat Kementerian Sosial pada 4 hingga 5 Desember tahun 2020. Kemudian, pada Minggu dini hari, 6 Desember tahun 2020 KPK menetapkan Juliari P. Batubara sebagai tersangka kasus korupsi bantuan sosial penanganan pandemi COVID-19 di Kementerian Sosial untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020. Selanjutnya dalam persidangan perkara Korupsi No. 29/Pid.Sus-TPK/2021/PN Jkt.Pst atas nama Terdakwa Juliari P. Batubara, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Muhammad Damis, menghukum Juliari P. Batubara dengan hukuman 12 tahun penjara dan pidana denda sejumlah Rp 500 juta subsider 6 bulan pidana kurungan. Dalam pembacaan putusannya, Majelis hakim menilai Juliari terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, hakim juga menjatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 14. 590. 450. 000 atau sekitar Rp 14,59 miliar. Jika tidak diganti, bisa diganti pidana penjara selama dua tahun. Hakim juga mencabut hak politik atau hak dipilih terhadap Juliari P. Batubara selama empat tahun.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Robert Klitgaard, tiga elemen utama penyebab terjadinya korupsi pada kasus korupsi bantuan sosial penanganan COVID-19 oleh Juliari P. Batubara dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Discretion

Juliari P. Batubara sebagai Menteri Sosial memiliki kewenangan yang besar dan luar dalam pengadaan program bantuan sosial COVID-19 di Kementrian Sosial. Ia memiliki kebebasan untuk menentukan siapa supplier atau vendor yang akan terlibat, jenis bantuan yang diberikan, dan mekanisme penyaluran bantuan sosial tersebut. Kebebasan ini yang membuka peluang bagi penyalahgunaan wewenang oleh Juliari sebagaimana ditunjuknya vendor-vendor yang terlibat secara langsung sebagai rekanan. 

2. Monopoly

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun