Di kamar saya menyimak apa saja yang diterangkan dan dipraktikkan oleh istri saya dengan ponsel baru itu. istri saya terbiasa dengan alat komunikasi elektronik terbaru karena tuntutan pekerjaan dan lingkungan pergaulan sosialnya.
Di kota kelahirannya ini memang terbiasa dengan barang-barang elektronik versi terbaru dan tercanggih. Sementara saya tidak terlalu suka mengikuti perkembangan teknologi, apalagi selalu baru setiap tiga-empat bulan.
Lingkungan bekerja saya lebih sering berkutat dengan pasir, semen, batu, dan sekitarnya. Lingkungan sosial saya bertabur keringat di bawah sinar matahari langsung ataupun sedikit teduh.
Sewaktu saya pertama datang ke kotanya untuk suatu niat yang bulat demi masa depan, kulit saya nyaris hitam di sekujur badan. Dunia pekerjaan di lapangan yang langsung berhubungan dengan sinar matahari memang dunia yang saya geluti dan gemari.
 "Hape ini juga bisa memantau posisi Mas sampai di mana kalau menuju rumah kawan Mas itu," terangnya sembari menunjukkan posisi pemegang ponsel pada peta seluler.
Malam itu, setelah mengajari perihal penggunaan ponsel baru serta memasang alarm, istri saya menyiapkan barang bawaan saya di kamar. Dalam hal bepergian jauh dengan penerbangan, istri saya memang sering melakukannya karena tuntutan pekerjaan sehingga urusan barang bawaan menjadi bagian yang biasa baginya. Â
"Sekarang Mas tidur saja dulu. Subuh harus bangun. Berangkatnya jam setengah enam. Biar kuselesaikan barang bawaan Mas."
"Baiklah kalau begitu. Terima kasih, ya," sahut saya sambil naik ke ranjang.
Pkl. 02.12 tertera di jam dinding bulat. Sekujur raga rebah, tetapi pikiran masih berkelana.
Sebentar lagi saya akan kembali ke barat. Kalau nanti ada kesempatan atau Minggu, saya mau berkunjung ke rumah mantan kawan-kawan sekolah, termasuk kakaknya Sarwan, sekaligus reuni kecil. Bila sempat, saya juga ingin berkunjung ke rumah sepupu saya.
Akan tetapi, tidak ada surat kontrak kerja, kerja sebagai apa, tiket beli sendiri, tidak ada jemputan, bagaimana, ya, pikir saya. Saya agak khawatir juga, sih.