Mohon tunggu...
Gus Negara
Gus Negara Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Imperialisme Budaya yang Dilakukan Media di Asia dan Amerika

28 Februari 2018   00:10 Diperbarui: 6 Maret 2018   22:30 4108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Hiburan merupakan salah satu hal yang sudah lumrah ditelinga kita. Kita sering melihat hiburan-hiburan untuk melepas kelelahan dari berbagai media yang memanjakan indra visual dan pendengaran kita. Melihat hal tersebut, beberapa hiburan tidak terlepas dari peran media, media merupakan salah satu medium yang penghantar pesan untuk kemudian kita tangkap dengan panca indera kita. Hiburan-hiburan tersebut sering dalam bentuk acara televisi, cerita, film, musik, dan karya seni.

Hiburan yang disalurkan melalui media memiliki beberapa nilai-nilai yang akan disalurkan. Negara-negara maju pengekspor hiburan melalui media seperti cina, india, korea, jepang serta Amerika Serikat akan dibahas lebih dalam di esai kali ini. Banyak dari hiburan yang disalurkan dari media-media dari beberapa negara tersebut memiliki nilai-nilai dan kebudayaannya masing-masing yang berbeda-beda. Terdapat juga aspek politik serta ekonomi terkait hiburan yang disalurkan, serta yang nantinya merupakan bagian dari Imperialisme Budaya.

Imperialisme Budaya sendiri merupakan teori yang membahas mengenai negara dunia pertama(core nation) yang mempengaruhi budaya di seluruh dunia karena adanya kesenjangan informasi. Herbert Schiller dan para koleganya mendeskripsikan imperialisme budaya sebagai kontrol dan kepemilikan industri komunikasi internasional oleh negara dunia pertama yang mempengaruhi budaya negara dunia ketiga(McPhail, 2014, h. 40).

Media di Amerika

Amerika yang notabene merupakan salah satu Konglomerat multimedia, memiliki dominasi selaku negara inti, memegang kendali atas pergerakan rumah-rumah produksi media di negara-negara lainnya. Amerika serikat memperluas kekuasaannya dengan kerjasama regional maupun internasional, serta pengakuisisi beberapa perusahaan. Hal ini yang menjadikan Amerika adalah salah satu konglomerat multimedia di dunia.

Suatu negara dapat dikatakan konglomerat multimedia memiliki beberapa karakteristik, yang pertama memiliki anak perusahaan yang beroperasi di luar negaranya atau secara internasional, yang kedua terbentuk atas adanya akuisis dan fusi dengan perusahaan lain, bukan semata-mata karena pertumbuhan secara internal, dan yang ketiga memiliki keragaman pasar dan produk. Terdapat beberapa raksasa media dari Amerika yang dikategorikan sebagai konglomerat multimedia seperti Disney, News Corporation, Time Warner, Viacom, Comcast, Garnett Company dan Walmart International (McPhail, 2014, h. 117).

Disney dan Time Warner adalah yang sering kita dengar. Disney yang merupakan salah satu Konglomerat komunikasi terbesar di dunia memiliki penghasilan sebesar $38 miliar pertahunnya. Kita mengenal Disney dari beberapa film animasi kartun yang terkenal seperti Donald Duck, Mickey Mouse, Cinderella, Snow White(McPhail, 2014, h. 121). Disney juga memiliki perusahaan ABC(American Brodcasting Company), serta juga menguasai siaran olah raga ESPN untuk menjangkau khalayaknya.

Disney juga membuka taman bermain Disney Land yang suasananya dibuat mirip sedemikian rupa dengan yang ada di film animasinya, yang menjadikannya salah satu taman bermain paling sukses di seluruh dunia. Disney Land pertama dibangun ada di California, Florida, Paris, Hongkong, Jepang, Cina, Disney juga menjual berbagai macam merchandise yang mirip dengan simbol-simbol yang ada di film-film kartunnya (McPhail, 2014, h. 121).

Time Warner salah satu pesaing dari Disney juga merupakan salah satu raksasa media yang patut kita bahas. Kita sering mendengar tokoh Superman, Batman, Wonder Woman, karakter-karakter tersebut lahir pertama dari DC Comics yang juga merupakan bagian dari Time Warner dan film-film yang sering kita nikmati merupakan hasil produksi dari rumah produksi Warner Brothers. Time Warner juga banyak memproduksi film terkenal seperti Justice League, Dunkirk, Inception, Tomb Raider, Scooby-Doo serta film adaptasi novel J.K. Rowling yaitu Harry Potter.

Pengaruh yang ditimbulkan dari raksasa media tersebut banyak berupa imperialisme budaya. Misalnya setelah kita menonton Harry Potter, beberapa dari kita ada yang tertarik untuk membeli tongkat kayu yang mirip seperti yang ada di film tersebut, atau kita menjadikan sapu lidi media kita berimajinasi agar bisa terbang, atau disaat pergi ke Disney Land kita melihat salah satu boneka karakter favorit kita dalam film kartun, kemudian kita menjadi tertarik untuk membelinya. Hal ini menunjukan bahwa media sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku khalayaknya.

Melihat besarnya perkembangan media yang ada di Amerika tersebut, kita juga tidak bisa luput dari media-media besar yang ada di Asia yang memiliki pengaruh besar yang terkadang tidak kita sadari terhadap kebudayaan kita. Negara-negara besar di asia seperti Cina, India, Jepang, Korea akan kita bahas.

Cina

Sejak Cina berubah menjadi komunis saat rezim Mao Zedong, Cina tertutup akan dunia luar, segala hal terkait media dan hiburan di Cina sangat tertutup, dan setelah Mao Zedong Meninggal dan dilanjutkan dengan rezim Deng Xiaoping pada tahun 1970, Cina menjadi lebih terbuka, dan media adalah bagian penting untuk ekonomi pemerintahan. Cina menggunakan Communist media system, yang berarti media merupakan alat pemerintahan dalam bidang politik dan ekonomi(McPhail, 2014, h. 248).

Cina sendiri menjadi pemain besar dalam bidang media, dan mengalami perkembangan yang pesat dari tahun 1978-2010 jumlah surat yang beredar di Cina mencapai 1939 surat kabar, pendapatan iklan di tahun 2011 mencapai RMB 48,7 juta, beredarnya 9884 majalah(hingga tahun 2010), 97750 program televisi, dan pada tahun 2012 Cina menjadi pengguna internet terbesar di dunia dengan angka pengguna mencapai 538 juta orang. Kebijakan yang lebih terbuka tersebut juga merupakan bagian dari proyek pemerintah Cina, yang dibentuknya kementerian radio, film dan televisi.

Selama dekade tersebut hanya terdapat satu stasiun televisi swasta yang berpusat di Hong Kong yaitu Phoenix TV (McPhail, 2014, h. 250). Saluran swasta tersebut sebenarnya juga dikontrol oleh pemerintahan Cina, yang bertujuan untuk mendukung dan menyiarkan suara dari cina kepada orang-orang tionghoa yang tersebar diseluruh dunia. Dengan kebijakan tersebut kita sekarang sering melihat film-film dari negeri tirai bambu tersebut. aktor-aktor laga yang terkenal seperti Bruce Lee, Andy Lau, Donnie Yen, Jackie Chan, Jet Lee, Sammo Hung, Stephen Chow. 

Kebanyakan film-film dan hiburan tersebut datang dari Hong Kong yang terbuka akan pasar bebas. Kebanyakan film-film yang di ekspor dari Cina mengandung unsur-unsur kebudayaan Cina seperti bela diri Shaolin, kerja keras, hormat kepada orang tua, dan nilai-nilai kebijaksanaan dari Konfusius. Sehingga kita yang melihat dan terpengaruh dari film tersebut tertarik untuk mempelajari bagaimana beladiri tersebut (merupakan salah satu imperialisme budaya dari Cina).

Kebijakan tersebut untuk membuka pasar keluar negeri dan dalam hal ini pemerintah sangat mendukung kegiatan tersebut, tetapi banyak ilmuan mengatakan bahwa kebijakan tersebut berbau politis dan ekonomi. Menurut Junhao Hong(dalam McPhail, 2014, h.251) kebijakan tersebut bertujuan agar Cina semakin di dengar di forum-forum politik dan ekonomi, budaya dunia. Hal tersebut juga dibuktikan dengan organisasi media cina membidik pasar domestik dengan internasional dengan membuka kantor media di negara barat.

Dalam hal menyamakan suara di forum dunia, Cina melakukan 3 proyek besar, yang pertama untuk menyamakan raksasa media dan berita yang ada di negara barat seperti CNN dan BBC, Cina meluncurkan CSNG(China Satellite News Gathering) pada tahun 2008, terdiri dari 50 stasiun TV, dan CCTV merupakan pemimpin dari aliansi tersebut. Proyek Kedua, pembentukan Xinhua News Agency, dalam rangkauntuk menyamai AP Associated Press dan Reuters dari Amerika(McPhails, 2014, h. 252), dan yang terakhir untuk menyaingi raksasa Time Warner, Disney, Viacom, Newscorp, Cina menginvestasikan RMB 45 miliar untuk proyek "Aircraft Carrier"(McPhails, 2014, h. 252).

Tidak hanya dalam bidang pemberitaan media dan hiburan saja, tetapi juga seperti new media. di Cina Google, Yahoo, Line, What's app, Facebook, Instagram dilarang(terkecuali di Hongkong, yang merupakan pasar bebas), kemudian Cina berusaha menyaingi raksasa pencarian terbesar di dunia yaitu google dengan nama Baidu browser, untuk menyaingi dalam hal instant messaging seperti Line buatan korea dan What's app buatan amerika, Cina membuat WeChat, untuk menyaingi raksasa Apple dan menguasai pasar di Asia, Cina mengeluarkan produk Smarthphone miliknya sendiri dengan merek Xiaomi, Oppo, Vivo.

Jepang

Jepang merupakan salah satu negara yang dapat dikategorikan sebagai macan asia. Karena menurut McPhail (2014, h. 253) Jepang merupakan pengekpor film animasi sebesar 60% di dunia. Jepang juga terkenal dengan film-film horror produksinya seperti the Grudge, The ring, Jouon, dan film-film tersebut telah di remake oleh Disney yang telah bekerjasama dengan Jepang.

Jepang juga banyak melakukan penjualan film-film melalui media online agar dapat dijangkau oleh dunia. Tetapi banyaknya film-film animasi yang diproduksi oleh Jepang tersebut kebanyakan diproduksi di luar negara Jepang(McPhail, 2014, h. 254). Penulis sendiri juga membuktikannya dengan film Naruto yang tim produksinya banyak orang-orang dengan nama-nama korea. Meskipun begitu film animasi buatan Jepang sangat laku di negara ini dan di negara-negara tetangga maupun negara barat. Film-film animasi produksi Jepang seperti Naruto, Bleach, Dragon Ball, Doraemon, Ninja Hatori, One Piece banyak ditonton oleh anak-anak hingga ke orang dewasa.

Tetapi film animasi dan horror yang sebegitu lakunya tidak dibarengi dengan acara-acara televisi Jepang. Khususnya di Korea dan Cina, karena masalah politik terutama karena sejarah mencata bahwa Cina dan Korea dahulu adalah daerah jajahan negri matahari terbit tersebut(McPhail, 2014, h. 255)

Kembali ke film-film buatan Jepang, pasar terbesar dan paling berpotensial dan menduduki puncak tertinggi adalah Asia, didukung dengan Amerika, Eropa, Amerika Selatan, dan sisanya negara lain diluar dari regional tersebut.

Terkait imperialisme budaya yang dilakukan oleh Amerika seperti dan juga dilakukan oleh Jepang, kita dapat melihat banyaknya pemuda-pemuda berpakaian layaknya tokoh kartun jepang yang sering kita sebut dengan Cosplay di dalam event-event tertentu. Kita melihat hal tersebut dilakukan Amerika dalam event seperti Comic Con, sedangkan event cosplay terbesar di Jepang ada di World Cosplay Summit. Apa yang dilakukan oleh Amerika terkait imperialisme budaya dari film-film produksi Disney seperti karakter-karakter dari Marvel juga dilakukan oleh Jepang melalui medianya dari film-film animasi mereka.

India

India juga merupakan salah satu negara yang banyak mempengaruhi dunia dari media dan hiburannya. Bollywood dari kata Bombay, yang merupakan salah satu pusat produksi film India. Bollywood mengekpor film ke timur tengah, Asia, Afrika, Eropa timur, Amerika, serta Inggris. Inggris banyak menerima film-film dari Bollywood karena banyaknya imigran dari India yang dulunya tinggal di Inggris (McPhail, 2014, h.258).

Bollywood sendiri memproduksi 800 film setiap tahunnya dalam 15 tahun terakhir. Film-film produksi Bollywood banyak memadukan unsur tarian-tarian dan nyanyian-nyanyian untuk mengekpresikan suatu keadaan hati dari pemeran dalam film tersebut. berbicara tentang Bolywood kita tak jauh dari bintang legenda seperti Shahrukh Khan yang terkenal dengan film nya Kuch Kuch Hota Hai, Amir Khan dengan film 3 Idiotsnya yang penjualannya mencapai $23,9 juta, diikuti dengan film My Name Is Khan dengan angka $22,15 juta. Importir dan pasar terbesar dari Hollywood sendiri adalah timur tengah dan negara-negara tetangga India seperti Bangladesh, Srilanka, serta Asia Tenggara yaitu Malaysia (McPhail, 2014, h. 259).

Dahulu untuk menjual film-film dari Hollywood sangat susah, tetapi setelah DVD dan VCD populer, penyebaran film-film produksi Hollywood kian dimudahkan. Serta harga ekspor dari dari film-film tersebut juga meningkat karena banyaknya permintaan. Banyak juga produser-produser film dari Bollywood mendirikankantor distribusi di Inggris dan Amerika. Kemudian untuk memperluas pasarnya India juga bekerjasama dengan Cina agar filmnya bisa dinikmati di negara tirai bambu tersebut(McPhail, 2014, h. 259).

India juga banyak bekerjasama dan membuka sebesar-besarnya pasar dalam dunia hiburan. Negara-negara seperti Amerika, Inggris, Brasil, Prancis, Itali, Selandia Baru, Polandia, Spanyol banyak menginvestasikan uangnya dalam industri hiburan multimedia di India, yang bertujuan agar banyaknya modal yang masuk ke negara tersebut. 

Banyaknya investor asing dalam perfilman, besar pengaruhnya terhadap konten-konten dari film-film yang di produksi bollywood. India mulai kehilangan identitas dan kebudayaan karena budaya barat menutupi budaya asli dari India. Hal ini dapat dikatakan sebagai hollywoodisasidari Bollywood. Produser film akhirnya lebih tertarik untuk memproduksi film-film untuk kelas menengah atas yang memiliki daya beli lebih besar, dan film-film tersebut ditayangkan di bioskop-bioskop yang dianggap lebih berkelas dibanding sebelumnya (McPhail, 2014, h. 260).

Dalam hal ini membuka pasar sebesar-besarnya tidak selalu menjadi hal yang baik, akibatnya seperti masalah diatas, budaya asli dari India sedikit demi sedikit luntur akibat banyaknya investor asing yang menginvestasikan uangnya untuk membuat sebuah film yang mengangkat budaya barat dan lama kelamaan meninggalkan budaya India.

Tetapi melihat perkembangannya di Indonesia, saat ini produser-produser keturunan India banyak mengambil alih dunia perfilman yang ada. Nama-nama sepert Raam Punjabi salah satu bos dari Multivision Plus(MVP Pictures) yang memproduseri Warkop DKI, Chand Parves yang memproduseri film Heart (2006), Love is Cinta (2007), Get Married (2007), Cinta Brontosaurus (2013). 

Diikuti dengan Manoj Punjabi bos dari MD Entertainment dengan film-film jagoan seperti ayat-ayat cinta, Habibie dan Ainun, dan KK Dhreeraj yang terkenal dengan film-film horrornya (Merdeka.com, 3 Oktober 2015). Hal tersebut sejalan dengan banyak produser yang mendirikan kantor distribusi di negara-negara yang berpotensi, sehingga film-film di Indonesia saat ini dikuasai oleh orang-orang keturunan India dan dapat dikategorikan sebagai sebuah imperialisme buadaya dari India sama hal nya dengan yang dilakukan oleh Amerika dengan Indonesia yaitu CNN telah membuka kantornya di Indonesia dan bekerjasama dengan Transcorp.

Korea

Korea, khususnya Korea Selatan terkenal dengan sebutan Hallyu(Korean Wave). Dimulai pada tahun 1997 dengan drama Love All About dan menjadi populer setelah jam tayangnya dipindahkan ke prime time. Korean Wave juga terkenal dengan musik-musik yang sering kita dengar dengan sebutan K-Pop, drama-drama mini serie yang populer di seluruh asia hingga ke negara-negara barat. Dunia hiburan seperti musik-musik, animasi, permainan dan buku-buku yang di produksi korea mengahilkan $4,6 miliar.

Sejak tahun 1997 yang dimulai drama Love All About tersebut banyak permintaan dari Hongkong, Taiwan, dan Singapura  untuk menyiarkan drama-drama dari korea yang nantinya menjadi sangat populer. Terutama pada tahun 2000 permintaan yang sangat besar dari Taiwan, yang akhirnya menggeser film-film dan drama dari Jepang karena harganya yang relatif mahal. Korean Wave juga ditandai dengan SM Entertainment salah satu agensi musik, producion house di korea membuka anak perusahaan di Amerika Serikat, Jepang, Hongkong, Cina. SM Entertainment merupakan agensi yang melahirkan grup Girl Band ternama di dunia dari korea yaitu Girls Generation/SNSD.

Total ekspor produk musik Korea sendiri pada tahun 2010 mencapai $8,3juta, pasar terbesar Korea adalah Asia mencapai angka 71%. Dalam industri film maupun musik yang ada di Korea sering diadakannya festival penghargaan yang bertujuan untuk menarik pembeli dari luar akan film Korea maupun grup-grup pemusik. Berkembang pesatnya industri perfilman di korea mengalahkan film-film yang diimpor dari Hollywood maupun dari negara barat. Film-film dari negara barat seperti Amerika sering tidak sesuai dengan kebudayaan korea, karena banyak mengandung unsur sex, pembunuhan dan hal-hal yang tidak senonoh yang berlawanan dengan nilai-nilai konfusius yang banyak dianut oleh kebudayaan korea.

Nilai-nilai kebudayaan Korea tersebut banyak tercermin kepada drama-drama dan film produksi negara ginseng tersebut yang berfokus pada 5 nilai seperti keharmonian, ketegangan, kompromi, partisipasi, kesepahaman. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa budaya dalam drama dan film Korea merupakan perpaduan antara Amerika dengan nilai-nilai konfusius dari Cina dan Jepang.

Kuatnya pengaruh Korea tersebut sangat berpengaruh terhadap gaya hidup pemuda-pemuda saat ini, tidak terkecuali di Indonesia, dengan menghabiskan uang untuk mengecat rambut, membeli setelah pakaian, dan fashion untuk mereka sendiri agar terlihat mirip seperti artis idolanya atau Boy Band dan Girl Band. Hal tersebut dapat dikategorikan sebagai imperialisme budaya yang sangat kuat dan mendukung budaya konsumtif yang sama dengan yang dilakukan oleh Amerika melalui Disney Land.

Argumen tersebut dilawan oleh pemerintahan Korea, dengan alasan untuk meningkatkan produk dan peningkatan kergaman industri budaya di asia, serta untuk menjadi tameng dari imperialisme barat. 

Menurut penulis benar bahwa Korean Wave dapat menutupi dominasi imperialisme barat di Asia, tetapi pada akhirnya sama saja Korea akan menjadi Imperialisme timur yang sangat kuat dan berpengaruh terhadap negara-negara tetangganya yang dapat menimbulkan perilaku konsumtif. Terbukti lagi dengan film atau drama yang ditonton oleh khalayak, yang mengambil setting tempat yang bagus, dan kemudian pihak tour and travel mempromosikan tempat liburan di Korea mengambil latar tempat dari salah satu film yang digemari oleh khalayaknya.

Terdapat beberapa catatan mengenai media-media yang ada di Asia (McPhail, 2014,

  1. Asia bukan kawasan yang terlalu luas, tetapi populasi masyarakatnya adalah yang terbesar di dunia, dan memiliki sistem politik, ekonomi, dan kebudayaan yang berbeda-beda, lalu kecepatan, skala, ruang lingkup dan fokus media di asia berbeda-beda. sehingga sulit untuk menggeneralisasi dan menarik garis lurus secara keseluruhan apa saja yang menjadi aspek persamaan, tetapi disini penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa, konten-konten seperti film dan musik yang ada di Asia masih mempertimbangkan unsur dan nilai-nilai kebudayaan yang dianutnya, kemudian dikomunikasikan yang sesuai dengan kebudayaannya terutama seperti di Negara Korea, dan Cina.
  2. Perlu studi yang lebih dalam , karena motivasi dari suatu negara untuk memberi dukungan kepada media itu berbeda-beda.
  3. Kebijakan membuka pasar bisa menjadi pedang bermata dua bagi negara yang tidak sanggup mengontrol besarnya arus globalisasi yang datang kesuatu negara, salah satunya adalah negara India yang menjadi korbannya

Berikut persamaan dan perbedaan media di Asia dan Amerika

Persamaan

Masing-masing negara seperti (Cina, Jepang, India, Korea) saling mempengaruhi kebudayaan negara-negara diluar mereka yang notabene termasuk kedalam negara pheripheral, sehingga media di 4 negara tersebut berusaha menjadikan budayanya sebagai kebiaasaan dan berusaha memudarkan nilai-nilai yang ada di negara yang di sasar, termasuk yang dilakukan Amerika dengan Disney Land nya, yang menjual barang-barang dan souvenir yang mendukung terjadinya budaya yang konsumtif.

Perbedaan

Kontrol di negara asia terkait isi konten hiburan(kecuali di India) yang harus sesuai dengan kebudayaan yang dianut masih kuat, berbeda dengan Amerika yang seluruh rumah produksi dan raksasa media dipegang oleh pihak swasta, dan isi konten lebih sering mengandung unsur-unsur kebebasan individu(dalam film).

sumber:

McPhail, Thomas L. 2014. 4th edition: Global Communication Theories, Stakeholders and Trends. West Sussex: WILEY Blackwell

Jamaludin, Fauzan. Merdeka.com, 3 Oktober 2015. 4 jawara keturunan India di Jagat perfilman Indonesia. 

https://www.merdeka.com/peristiwa/4-jawara-keturunan-india-di-jagat-perfilman-indonesia/kk-dheeraj.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun