Mereka sering mengira fashion yang saya kenakan berharga mahal. Yupp, gak salah juga, itu kalau mereka melihat brand-nya yang terlihat di barang-barang saya.
Setelah berumahtangga dan alhamdulillah mapan dengan memiliki rumah sendiri, kebiasaan thrifting saya lebih meluas lagi. Saya sering membeli part kendaraan, alat-alat, dan perabotan rumah dari pasar barang bekas atau disebut pasar klithikan menurut orang lokal di lingkungan kota saya.Â
Sebagian lagi saya dapat dari penjualnya secara online. Dengan sentuhan kreativitas dan kerjasama dengan tukang ini-itu, benda-benda yang saya beli dengan harga murah itu bisa tampil fungsional dan bahkan jadi unik.Â
Saya sebenarnya gak suka memperlihatkan apalagi flexing isi rumah saya, tapi suatu kali pernah ada sepasang orang muda suami istri ketika sedang bertamu ke rumah saya merasa penasaran dan sampai meminta ijin saya untuk melihat-lihat rumah saya dari bawah sampai atas. Padahal rumah saya kecil dan jauh dari disebut mewah. No flexing !
Tulisan ini akan saya akhiri dengan sedikit pemikiran saya bahwa orang-orang yang suka flexing itu sesungguhnya hanya butuh pengakuan bahwa mereka exist.Â
Tapi untuk menunjukkan kepada orang-orang bahwa mereka itu ada, mereka merasa harus tampil dengan segala harta benda mereka secara maksimal dan extravaganza untuk mendapat pengakuan. Dan untuk meraih dan memiliki semua kepemilikan itu terkadang mereka sampai harus berbuat yang tidak-tidak.
Kalau sudah begitu, tampil gaya dengan thrifting itu lebih cool dan keren daripada bersusah-susah flexing.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI