Mohon tunggu...
Guid Cardi
Guid Cardi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Alumni Fisip Universitas Sriwijaya Palembang

Pegiat Kepemiluan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu: Agenda Reformasi yang Tak Boleh Berhenti

8 Juni 2021   15:49 Diperbarui: 8 Juni 2021   15:56 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

            Selain penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota DPR-RI, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, Presiden dan Wakil Presiden, sejak tahun 2005 dimulai pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah (Pilkada), yakni gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota. Hingga tahun 2020, tidak kurang 10 (sepuluh) kali Pilkada telah diselenggarakan.

            Penyelenggaraan Pemilu anggota DPR-RI, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, Presiden dan Wakil Presiden dan Pilkada demikian itu, hanya dapat dilaksanakan jika dan hanya jika pergerakan reformasi itu berjalan sesuai harapan dengan tergusurnya rezim Orde Baru dibawah kendali Soeharto dengan Sokongan kekuatan ABG yang demikian hebat itu.  Penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada yang demikian itu adalah sebagai komitmen yang sungguh-sungguh untuk terus menjalankan kebijakan reformasi nasional khususnya di bidang politik.

Berbeda dengan orde reformasi, Seiring dengan tumbangnya Orde Lama berganti dengan Orde Baru periode 1966-1998 kita menerapkan apa yang disebut dengan demokrasi Pancasila dan hampir lebih dari 30 tahun masa ini dapat dinikmati oleh bangsa Indonesia dan telah melaksanakan 6 kali pemilu, yakni tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Orde Baru mengklaim keberhasilannya telah menciptakan dan menjaga stabilitas politik dan keamanan, menyelenggarakan beberapa kali pemilu hanya dengan dua partai politik yakni Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Partai Persatuan Persatuan Pembangunan (PPP) dan Golongan Karya (Golkar).

 Pemilu pada era Orde Baru tak dapat dibantah selalu terjadi kecurangan yang terstruktur, sistemik dan massif sehingga ada yang mengatakan pemilu-pemilu zaman Orde baru adalah pemilu yang diselenggarakan sekedar untuk memenuhi formalitas hukum dan konstitusi (Saldi Isra,2013:xv).

Melalui  kekuatan politik hegemonik dalam konfigurasi politik yang otoriter, pemerintah Orde Baru telah menciptakan pemilu yang tidak adil sejak semula karena adanya jatah untuk sejumlah besar anggota DPR dan DPRD, hingga terpilihnya Soeharto sebagai Presiden oleh MPR yang berkuasa hampir 32 tahun itu.  

Sedangkan para kepala daerah merupakan hasil pemilihan oleh DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota, untuk tidak menyebutnya sebagai penunjukan atau jatah pihak-pihak penyokong Orde Baru itu. Pemilu yang demikian itu merupakan pemilu dalam rangka memperkuat keberadaan cengkraman Orde Baru dengan dukungan yang amat kuat dari pusat sampai ke daerah oleh pengaruh kolaborasi ABRI, Golkar dan Birokrasi (ABG).

Hanya dengan reformasi 1998 itu, Ketika Pemilu 1999 di laksanakan sebagai komitmen awal dimulainya reformasi khususnya terkait reformasi politik hal ini merupakan awal tahapan reformasi kebijakan pemiluan yang bersifat sangat strategis sebagai bagian dari dimulainya agenda reformasi sebagai mana yang dicita-citakan itu. Dapat  dipahami ketika pemilu tahun 1999 dilaksanakan, tidak kurang dari 48 partai politik ikut sebagai peserta pemilu dengan partisipasi yang tidak kurang 90 %..

"Di sinilah maka pemilihan umum berkaitan penting dan merupakan bagian penting dari demokrasi dan keterwakilan dalam perjalanan tumbuh kembangnya Negara Kesatuan Rapublik Indonesia (NKRI). Demokrasi merupakan induk dari pemilu yang merupakan suatu sistem dari sistem pemerintahan.

Dalam perkembangan dewasa ini, pengertian demokrasi tidak hanya dibatasi oleh sistem pemerintahan, tetapi juga mencakup keseluruhan sistem politik. Oleh karena itu, pemilihan umum berkaitan dengan sistem politik secara keseluruhan, yang antara lain menyangkut sistem kepartaian. Partai adalah lembaga demokrasi atau wadah tempat rakyat melakukan partisipasi. Sudah tentu partai politik bukan satu-satunya wadah demokrasi, ada wadah-wadah lain yang ikut mendukung demokrasi.

Dengan demikian, pemilu dan partai politik memiliki fungsi strategis dalam proses memperkuat demokrasi dan keterwakilan dengan prinsip-prinsip yang mendasarinya ialah antara lain konstitusionalisme, kedaulatan rakyat, aparat yang bertanggung jawab, jaminan kewajiban sipil, pemerintahan berdasarkan undang-undang dan asas mayoritas.

Reformasi  hadir sebagai kritik terhadap penerapan demokrasi Pancasila yang dalam praktik hampir dipenuhi dengan perilaku koruptif dari penyelenggara negara, pelanggaran hak-hak asasi manusia (hak-hak sipil/warga negara dan kebebasan berserikat dan berpendapat) dan lain sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun