Gufron Ali Purnomo
Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta, Indonesia
Abstract:
Buku "Hukum Waris" ini memberikan gambaran umum tentang Hukum Waris. Melalui pembahasan yang mendalam tentang gambaran kewarisan secara menyeluruh, wasiat,serta pengganti waris. penulis menguraikan secara detail tentang kewarisan, ashabul furud. Namun, beberapa pembaca ingin banyak contoh dan penjelasan praktis. Penambahan analisis tentang problem-problem dalam waris yang ada pada zaman sekarang serta dapt meningkatkan relevansi dan kedalaman buku ini. Dengan demikian, buku ini menjadi sumber yang lebih lengkap dan relevan bagi mereka yang ingin memahami hukum waris.
Keywords: hukum waris; wasiat; pengganti waris; ashabul furud
Introduction
Hukum Waris di Indonesia merupakan bagian integral dari sistem hukum negara ini, yang memiliki populasi mayoritas Muslim. Dalam konteks ini, pemahaman yang mendalam tentang hukum keluarga Islam menjadi penting tidak hanya bagi para praktisi hukum, tetapi juga bagi masyarakat umum yang ingin memahami nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang mendasari tatanan keluarga dan masyarakat Islam di Indonesia.
Buku "Hukum Waris" oleh Dra.Amal Hayati, M.Hum, Rizki Muhammad Haris, SH.I. , Zuhdi Hasibuan, S.H.I. hadir sebagai upaya untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang hukum waris dalam konteks Indonesia. Dengan menguraikan konsep-konsep pentingdalam hukum waris dan pembahasan didalmnya, buku ini bertujuan untuk menjadi panduan yang berguna bagi mereka yang ingin memahami dan menerapkan hukum waris dengan benar dan efektif.
Dalam latar belakang ini, review buku ini bertujuan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, dan relevansi buku tersebut dalam menyajikan materi tentang hukum waris. Dengan memahami konten dan pendekatan yang digunakan dalam buku ini, pembaca akan dapat menilai sejauh mana buku ini memberikan kontribusi yang berharga dalam pemahaman dan aplikasi hukum waris.
Result and Discussion
Pengertian hukum Waris dan Dasar Hukumnya
Pengertian umum dari hukum waris yaitu humpunan petunjuk hidup (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengatur tata tertib dalam masyarakat. Dijelaskan pula pada Kompilasi Hukum Islam No.1 Th.1991 pasal 171 butir (a) adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan pewaris, menentukan siapa yang berhak menjadi ahli waris dan beberapa bagian masing-masing.
Warisan adalah harta atau peninggalan orang yang telah meninggal. Pewaris adalah orang yang memiliki harta dan sudah meninggal. Ahli waris adalah orang yang berhak menerima harta waris. Sehingga penjelasan tersebut merupakan istilah-istilah yang adapada hukum waris.
Menurut Dr. Santoso pudjosubroto, hukum waris adalah hukum yag mengatur apakah dan bagaimanakah hak-hak dan kewajiban tentang benda seseorang sewaktu meninggal dunia akan beralih pada orang lain yang masih hidup. Sehingga dalam islam juga huku waris juga disebut dengan ilmu faraid.
Terdapat bebepara rujukan yang sudah ada. [1] Al-Qu'an Surat An-Nisa' ayat 11 yang disebutkan "allah mewasiatkan kepadamu tentang anak-anakmu, bahwa bagaimana seorang anak lelaki sam dengan bagian dua orang anak perempuan" ayat tersebut menjelaskan pembagian harta waris. [2] Sunnah Imam Bukhari telah menghimpun hadits tentang hukum waris tidak kurang dari 46 hadist. [3] Ijma' kesepakatan para ulama atau sahabat sepeninggal rasulullah saw, tentang ketentuan waris. [4] Ijtihad peikiran sahabat atau ulama dalam menyelesaikan kasus pembagian waris yang belum atau tidak disepakati.
Rukun dan Syarat Waris
Rukun adalah sesuatu yang harus ada yang menentukan sah satu tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan (ibadah) itu, misalnya membasuh muka dalam wudhu dan takbiratul ihrom dalam sholat. Contoh lain, adanya calon mempelai laki-laki dan perempuan dalam perkawinan, dan lain sebagainya. Semua itu merupakan sesuatu (rukun) yang harus ada dalam suatu pekerjaan (ibadah). Oleh karenanya apabila sesuatu (rukun) itu tidak ada, maka tidak sah pekerjaan (ibadah) itu. Sedangkan syarat adalah sesuatu yang harus ada yang menentukan sah atau tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan (ibadah) itu, misalnya menutup aurat dalam sholat, beragama Islam bagi calon mempelai laki-laki dan perempuan, dan lain sebagainya.
Definisi syarat suatu yang terbentuk sesuatu yang lain dari keberadaannya, mengigat eksisnya suatu itu dengan rukun (unsurnya) itu sendiri, bukan karena tegaknya. Selain itu menurut terminology para fuqaha yaitu sesuatu yang ketidakadaannya mengharuskan tidak adanya hukum itu sendiri. Syarat-syarat kewarisan [1] matinya muwarrist adalah warisannya beralih dengan sendirinya kepada ahli waris dengan syarat tertentu. [2] hidupnya waris(ahli waris) disaat kematian waris. [3] tidak adanya penghalang mewarisi. Â