Emakku tampak kebinggungan saat dia tidak menjumpai kami anabul asuhnya. Berkali-kali dia memanggil nama kami sambil mulai menyiapkan makanan untuk sarapan
"Abu, Rungi, Tiktik, Cipluk, Oyen, Putih, Pika... Ayo kemari sarapan"
Biasanya begitu mendengar emakku memanggil namaku aku langsung menghampiri dan melompat kepangkuannya.
Sekarang aku diam bersembunyi di bawah meja tanpa berani bersuara.
Karena si Oyen gendut bertampang seperti garong dengan pongahnya mengawasi, mengeram, dan menyerang saat ada yang hendak masuk ke dalam rumah.
Emakku belum menyadari kehadirannya, beliau terus saja memanggil-manggil nama kami sambil menuangkan makanan ke kotak makan.
Akhirnya setelah selesai menata makanan dan minuman untuk kami semua, barulah emakku tersadar kalau kami semua tidak ada.
Emak terus memanggil kami sampai waktunya habis. Emakku harus berangkat kerja.
Sebenarnya si Oyen Garong tidak harus galak-galak pada kami semua, karena emakku dengan senang hati memberinya makan.
Entah dari mana datangnya, si Oyen garong ini, tahu-tahu sudah masuk ke dalam halaman tempat kami berkumpul saat makan.
Setiap kucing lain yang mau masuk pasti ditaboknya, begitu juga terhadap paman Cipluk. Dia juga menyerangku, mencakarku, mengejarku.
Untung saja tubuhku masih mungil, sehingga aku dapat menyelamatkan diri berlari, dan bersembunyi dengan aman di bawah kolong meja.
Kalau sampai emakku tahu, pasti dia amat marah. Si Oyen Garong dan Paman Cipluk pasti akan diusirnya, seperti halnya yang terjadi sama si Ikang tukang serobot.
Emakku selalu mengajarkan kami untuk saling berbagi. Beliau akan marah sekali kalau kami berkelahi berebut makanan. Aku yang paling kecil mendapat perlakuan khusus, aku selalu dipangku saat diberi makan.
Tapi saat ini aku tidak berani keluar menghampiri emak, perutku sudah keroncongan, aku lapar dan mungkin juga susu hangat telah menjadi dingin di pagi berhujan ini. Dan, kelihatannya emakku sudah bersiap untuk pergi. Hiks.
Banyak kucing-kucing yang datang dan makan di halaman rumah emakku, termasuk indukku
Aku dibawa olehnya ke rumah emak, di saat aku sakit, mata berair, hidung ingusan, dan perut cacingan
Indukku sendiri mengabaikanku. Ia tidak mau menyusui dan merawatku, sepertinya aku ini anak tiri.
Namun dengan sabar emak mengobati mataku, mengompresnya dengan air hangat, dan memberiku obat yang rasanya pahit. Untunglah setelah beberapa hari, sakit flu-ku sembuh, mata dan hidungku tidak berair lagi.
Emak pun rajin menyuapiku susu dari pipetnya, yang tentunya keras tidak selembut puting indukku. Aku tidak suka itu, tapi aku tak berdaya menolaknya.
Walhasil, dari kucing kecil ingusan serta cacingan, aku menjelma menjadi anak kucing yang cantik.
Saat aku datang, sudah ada paman Cipluk dan Oyen yang juga menyambangi emakku setiap pagi dan sore.
Keadaan damai-damai saja, walaupun terkadang emak mengomeli indukku yang tidak peduli padaku.
Oh ya, indukku dinamai si Tiktik dan aku si abu karena pada waktu pertama kali dilihat emakku, aku benar-benar menyedihkan.
Mulai saat itu sampai sekarang hanya aku yang menetap diberanda rumah emakku.
Kemudian berturut-turut datanglah rombongan lain bergabung bersama kami. Pertama-tama si Rungi, mukanya imut mirip kucing sphynx, cuma dia berbulu.
Mungkin dia sepantaran denganku, tetapi sudah hamil dan selalu berebut mencari perhatian emakku. Akhirnya dia berhasil
Namun hari ini dia tidak kelihatan, mungkinkah sudah melahirkan? Apakah dia juga kena tampol si Garong.
Aku sebenarnya ingin hamil juga supaya tidak harus disuruh mengalah terus sama si Rungi, tapi emak bilang aku masih kecil belum boleh kawin.
Lalu muncullah si Pika, warnanya putih kuning. Dia kucing yang terlalu penakut dan susah di dekaiti. Namun, sekarang dia sudah mau mendekatii emakku.
Si Putih sebenarnya berwarna kembang telon, tapi entah mengapa emakku memanggilnya si Putih.
Ada satu yang sering sekali dapat marah dari emak, karena tukang serobot dan sering mengambil jatah yang lainnya. Padahal dia sudah diberi makan. Namanya Pika.
Ia pernah membawa tiga ekor anaknya ke rumah emakku. Sama halnya dengan Pika, anak-anaknya tidak mau di dekati emak, sepertinya mereka pernah dikasari sehingga takut didekati orang.
Lalu ada juga anak kucing jelek dan kunyin seperti diriku saat pertama kali datang kesini. Namun, seperti anak-anak Pika dia tidak bisa didekati akhirnya tidak pernah muncul lagi.
Anak-anak Pika lucu sehingga mencuri perhatian emakku. Di antara ketiganya ada satu yang mau dimanja-manja, bulunya kuning keemasan, dia diberi nama si Emas dan sekarang dia menjadi anak emas emakku sehingga aku kurang mendapat perhatian lagi.
Oh nasib ... hanya sebentar kunikmati kasih sayang berlebih dari emakku.
Hal itu menimbulkan perasaan iri dan tidak nyaman buatku, maka secara sembunyi-sembunyi aku sering menyerang si Emas.
Namun dari kesemuanya, aku paling tidak suka dengan kehadiran si Oyen Garong, dia merusak kedamaian kami. Aku seballlll
Kurasa yang lainnya juga tidak menyukai kondisi saat ini. Semua diserangnya, sampai-sampai tidak ada yang berani datang untuk makan hari ini.
Kata emak kehidupan di luar begitu keras, jadi siapa saja yang lapar boleh datang, makan, dan minum sepuasnya disini. Di rumah emak. Asal tidak saling serang, tidak berkelahi, malahan harus berbagi perhatian satu dengan yang lainnya.
Dulu aku sering berantam dengan Rungi dan emak selalu memarahi kami berdua. Ia lalu mengajari kami untuk saling akur, kami tidak diberi makan selagi berantem. Hingga akhirnya, kami bisa bersahabat.
Aku berharap mudah-mudahan si Oyen Garong tidak berlama-lama menjajah kami. Tapi apa yang terjadi, tiba-tiba Oyen Garong menindih tubuhku dan tengkukku digigitnya penuh nafsu dan itu tidak cukup sekali.
Aku takut dimarahi emak karena aku tidak boleh hamil, masih kecil dan belum waktunya untuk disteril. Namun, aku benar-benar tak berdaya. Aku menjadi takut sendiri.
Gigitan si Oyen garong membuat bulu-bulu ditengkukku rontok dan botak. Mudah-mudahan emak mengerti kalau sampai aku hamil itu bukan keinginanku. Aku dirudapaksa. Hu Hu Hu.
Di saat emak memergoki si Oyen menyetubuhiku, ia berusaha mengusirnya dengan menyemprotkan air ke tubuh si Oyen. Sesaat dia melonggarkan tindihannya dan aku berhasil kabur, tapi dia tetap mengejarku dan aku tertindih lagi.
Suasana di waktu makan mulai kembali seperti semula. Si Oyen masih menyatroni rumah emakku, tapi dia tidak segarang dulu, sehingga yang lainnya mulai bisa makan dengan nyaman. Cuma emakku yang masih kesal terhadap tindakan Oyen padaku.
Tetapi rupanya si Oyen ini playboy cap kucing. (kami memang kucing mak). Di depan mataku dia mendekati Rungi, tapi Rungi selalu berhasil meloloskan diri dengan cara menyerangnya balik.
Ach ... andai saja aku bisa seperti Rungi, tentu aku tidak jadi dilecehkan berulang-ulang. Â
Emak... Maafkan aku. Saat ini anakmu menanggung beban. Tak ada yang dapat kuperbuat selain menunggu perutku membuncit berisi janin buah terlarang.Â
"Semoga Semua Makhluk Berbahagia." Doakan aku juga ya mak...
**
Jakarta, 30 Desember 2023
Penulis: Sumana Devi, Kompasianer Mettasik
Hidup Harus Penuh Sati, Setiap Saat Diamati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H