Ade: "Mami, katanya kegagalan adalah kunci kesuksesan, kalau begitu Ade jelekin nilai saja ya, biar gagal terus sukses ?"
Mami: " Hah? Teori darimana itu?"
Ade: "Teori orang gila. Hehehehehehe...."
Mami: "Orang sering bilang begitu, sebenarnya buat menghibur orang yang gagal. Dan sebetulnya teori Ade tersebut salah."
"Mami lebih setuju dengan quote, ren nai zheng gong (kunci kesuksesan adalah kesabaran), jadi kalau Ade mau jadi orang sukses, Ade harus banyak-banyak bersabar."
"Jadi biarpun Ade gagal, Ade harus berusaha bersabar dan bangkit lagi, jangan pernah menyerah sebab kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda."
"Seperti kakak yang menyadari dirinya tidak pintar secara intelektual, tapi dia punya kecerdasan emosional. Dengan tekad dan kesabaran, ketika semua orang masih bobo, dia sudah belajar dengan giat. Dan, hasilnya pun memuaskan. Jadi mana yang lebih penting menurut Ade, kecerdasan intelektual apa kecerdasan emosional?
Ade: "Kecerdasan intelektual Mi, kan harus pintar baru punya banyak ide."
Mami: "Ada sebuah cerita, anak yang pintar secara intelektual, karena pintar dia mau semuanya sempurna. Dia berharap nilainya sempurna juga, tetapi ketika sang dosen memberikan nilai yang tidak adil, dia menjadi sangat marah dan malah menjadi penghancur."
"Di sini kelihatan kecerdasan intelektual bagus, tetapi kalah sama kecerdasan emosional, karena emosi sesaat, dia khilaf dan malah menjadi seorang penghancur. Andai anak ini bisa herhenti sejenak dan berusaha bersabar, tentu predikat buruk tidak ada dalam daftarnya."
"Ingat! Semua usaha butuh perjuangan. Dan untuk berjuang kita butuh kesabaran yang merupakan salah satu bentuk kecerdasan emosional."
"Dalam Dhamma pun Buddha menekankan bahwa  latihan melatih diri yang terbaik adalah kesabaran (khanti)."
"Khanti, dalam bahasa Pali diterjemahkan menjadi sabar, tenggang rasa, memaafkan, dan tabah."
Ade: "Apa itu tenggang rasa, Mi?
Mami: "Tenggang rasa adalah Usaha untuk mengerti emosi dan perasaan orang lain.
Contoh, ketika kita ke satu tempat, terus ada orang yang memaki kita, kita pasti ingin langsung bereaksi membalas kelakuan orang tersebut bukan? Tetapi saat dikasih tahu teman  kalau dia itu orang gila. Apakah kita akan bereaksi terhadap orang gila tersebut?"
Ade: "Bagaimana kalau yang memaki kita bukan orang gila. Apakah kita tetap perlu bersabar kepadanya?"
Mami: "Ada cerita yang sangat menarik dari Ajhan Bhram."
"Kisah  tentang ular jahat yang tadinya suka mematuk manusia yang kemudian berubah menjadi ular baik setelah mendengar ceramah seekor ular suci."
"Namun, ia akhirnya malah tersiksa, karena ketika dia menjadi baik, malah para manusia bercanda, mengejek, melemparinya bahkan menindasnya."
"Ketika ia memprotes ular suci, sang guru malah tertawa dan berkata, 'Meski Anda tidak boleh menggigit, tetapi  Anda boleh mendesis, kan?"
"Sabar tidak selalu berarti lemah dan diam. Kadang-kadang butuh mendesis untuk membuat sesuatu menjadi lebih baik."
Ade: "Loh! Apa bedanya mendesis dan mengigit Mi?"
Mami : "Mendesis cuma memberi peringatan saja dan membuka mata orang yang menyulitkan kita  tentang kesalahannya. Beda dengan mengigit yang artinya menyerang untuk membuat terluka."
"Intinya dalam mendesis ini kita niatnya baik, tidak ada kebencian yang menyertai. Lebih ke niat untuk membuat orangnya sadar, tetapi kalau orangnya tidak mau sadar juga maka biarkan saja."
"Kita tidak perlu memaki-maki orangnya sampai kebencian itu seperti nyala api yang akan membakar batin kita. Kalau sudah sampe taraf itu, bukankah yang rugi diri kita sendiri. Dan kalau kita begitu, apa bedanya kita dengan mereka?"
Mami: "Buddha sendiri juga bersabda bahwa kebencian tidak bisa berakhir apabila dibalas dengan kebencian, tetapi kebencian bisa berakhir bila dibalas dengan tidak membenci."
"Apakah Ade tahu bahasa mandarin dari sabar? Sabar=Ren. Dalam tulisan kanjinya, tulisan tersebut adalah perpaduan dari  pisau diatas hati. Intinya tulisan ini mengingatkan kita bahwa, biarpun pisau terus menyayat hati, kita tetap harus bersabar. "
"Praktek bersabar bukanlah hal yang mudah, semua butuh proses. Menyadari hakekat hidup ini dukkha (penderitaan), anicca (tidak kekal), dan anatta (tiada diri) maka proses bersabar ini menjadi lebih mudah."
"Dan ingat, semua proses bersabar butuh satu hal yang namanya ikhlas. Dan ada satu kalimat Bhante Uttamo yang selalu Mami ingat, 'Dia memang orangnya seperti itu', dengan memaklumi orang yang menyulitkan kita, proses ikhlas menjadi lebih mudah."
"Apakah Ade mengerti?"
Ade: "Zzzzzzz"
**
Jakarta, 09 Oktober 2023
Penulis: Lisa Tunas, Kompasianer Mettasik
A Loving Mom Who Learns Writing
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H