Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Berhati-hatilah dengan Maafmu

3 April 2023   05:55 Diperbarui: 3 April 2023   06:46 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berhati-hatilah dengan Maafmu (gambar:istockphoto.com, diolah pribadi)

Ini kisah tentang sepasang suami istri. Pasangan muda dari keluarga menengah ke atas. Mereka adalah teman sekolah yang tumbuh bersama. Si suami pintar, tinggi, gagah, tegas, dan dominan. Si isteri langsing, semampai, cantik, pintar, dan lembut. Mereka tinggal di sebuah kompleks perumahan elit, di sebuah kota metropolitan.

Pada awal usia perkawinan, hubungan mereka berjalan dengan baik, sebagaimana pasangan pengantin baru pada umumnya. Hari demi hari berjalan sesuai dengan apa yang mereka dambakan.

Hingga suatu malam, si suami pulang ke rumah dengan muka masam. Si isteri yang menyadari perubahan sikap suaminya itu tetap berusaha melayaninya dengan lembut. Berbagai macam usaha ia lakukan dengan semaksimal mungkin. Semua ia laksanakan agar perasaan suaminya kembali baik. Namun, sebaik apa pun usaha yang ia lakukan, tetap saja, mood suaminya masih belum jua berubah. Alhasil, makan malam pun terasa hambar dan kaku. Suasana yang seharusnya hangat terasa dingin.

Syahdan, insiden kecil itu pun terjadi. Si Isteri yang canggung tanpa sengaja menjatuhkan gelas ke lantai. Pecah berantakan. Sontak kekesalan suaminya pun memuncak. Si isteri dibentak dengan kata-kata kasar yang tidak pantas. Malam berlalu dengan suasana yang mencekam.

Setelah kemarahannya reda, si suami akhirnya sadar akan sikapnya yang kurang pantas. Beberapa hari setelahnya, ia pun merencanakan sebuah kejutan bagi isterinya. Makan malam romantis di sebuah restoran mewah, hadiah berupa seikat bunga nan indah, dan permintaan maaf atas perilakunya.

Bagi sang isteri, momen tersebut adalah hal yang paling indah bersama suami tercinta. Hari-hari kembali berjalan manis sesuai harapan pasangan suami-isteri itu.

Namun, benar kata orang. Tidak ada yang abadi di dunia ini.

Beberapa bulan kemudian, peristiwa yang sama terjadi lagi. Si suami kembali berulah dengan membawa masalah kantor ke dalam rumah tangganya. Kali ini, si suami sudah bertindak jauh. Bukan hanya makian dan cacian, tetapi juga dengan tambahan aksi KDRT.

Hancur, remuk, redam perasaan sang isteri menerima perlakuan yang sama untuk kedua kalinya. Namun, ia tetap mencoba berlapang dada, menerima kejadian yang telah dia alami, sembari berharap agar suaminya bisa berubah. Kembali menjadi baik dan mencintai dirinya sepenuh hati.    

Dan, si suami kembal tersadar.

Beberapa hari kemudian, ia kembali meminta maaf dengan membawa satu buket bunga dan seuntai kalung mewah. Sambil berlutut ia berjanji untuk tidak lagi khilaf dan bersikap kasar. Menjadi suami yang baik yang tidak akan menganiaya isterinya lagi.

Dan, si isteri kembali menerima permintaan maaf suaminya. Dengan harapan agar suaminya bisa kembali mencintainya apa adanya. Karangan bunga, makan malam romantis, maupun hadiah mahal bukanlah hal yang terpenting. Kesungguhan hati adalah yang terutama. Hidup Bersama dalam suka dan duka, saling mendukung dalam mengarungi bahtera kehidupan yang harmonis. Itulah harapan sang isteri.

Ternyata, janji hanyalah janji.

Si suami Kembali mengingkari apa yang telah dia janjikan. Peristiwa KDRT kembali terulang dan kali ini lebih ganas dari sebelumnya. Dengan perasaan hancur, sang isteri akhirnya sadar. Jika ia tidak bisa mengubah suaminya, mengapa tidak mengubah dirinya saja.

Sejak saat itu, ia pun bertekad. Seburuk apa pun perlakuan yang ia terima dari si suami, ia akan tetap menyayanginya. Menebarkan cinta kasih tanpa pamrih. Baik pada saat sedang bermeditasi, maupun dalam interaksi sehari-hari. Baik kepada diri sendiri, kepada si suami, dan juga semua makhluk yang berada di sekitarnya; "Bagaikan seorang ibu kandung yang mengasihi anaknya yang tunggal (Karaniyametta Sutta).

Selain itu, si isteri juga mempraktekkan dana pemaafan. Menyeimbangkan batin bahwa semua hal yang ia terima, baik, atau pun buruk, tidak lain adalah sebuah fenomena kehidupan yang Bernama Anicca -- Tidak ada yang kekal.

Tidak ada perubahan. Kecuali sikap dari si isteri yang lebih bisa menerima keadaannya. Lebih bisa menerima perlakukan suaminya dengan lapang dada.

Dan, kejadian yang sama terus berulang. Kekejaman suaminya terus berlanjut yang disertai permohonan maaf sesudahnya.

Hingga suatu saat. Si suami melakukannya lagi. Kali ini, ini jauh lebih keras dari biasanya. Si isteri terjatuh dan kepalanya berdarah. Si isteri pun sadar bahwa semuanya sudah terlambat. Dengan mimik wajah nada suara yang lirih, ia berkata;

"Suamiku tercinta, setiap kali kamu melakukan kekerasan terhadapku, kamu selalu meminta maaf. Begitu pula aku tetap memaafkan perbuatan burukmu terhadapku. Perlu kamu ingat suamiku bahwa suatu saat nanti, aku bisa saja takkan menerima maafmu walaupun kamu berlutut dengan sungguh-sungguh."

Dengan mimik wajah yang serius, si isteri menatap wajah suaminya lekat-lekat.

Bukannya sadar, si suami malah menjadi semakin kalap. Ia mengira bahwa isterinya telah berubah dan mulai berani melawan dirinya. Si suami tidak bisa lagi mengontrol amarahnya. Isterinya dipukul, ditendang, hingga berulang-ulang kali sampai terjatuh ke lantai dan tidak bergerak lagi.

Pada saat itu pun, si suami tersadar. Ia kaget alang kepalang. Lalu, dengan panik ia merengkuh tubuh istrinya, menggendongnya, dan membawanya ke mobil untuk segera dilarikan ke rumah sakit.

Namun, isterinya menolak. Ia tahu jika semuanya sudah terlambat. Dengan tatapan mata penuh kasih dan senyuman terindah, si isteri berbisik kepada suaminya,

"Suamiku, saya dan anak kita mohon pamit untuk melanjutkan perjalanan hidup selanjutnya. Jaga dirimu baik-baik. Saya berharap, semoga kamu bisa benar-benar berubah dan mengerti akan ucapan maaf yang seringkali kamu berikan kepadaku."

"Saya bersyukur dan berbahagia bisa memberikan Dana Pemaafan kepadamu hingga saat ini. Perlu kamu ketahui, bahwa tak ada kebencian dalam diriku atas semua perlakuan burukmu padaku."

"Terima kasih atas semua hal yang telah kita jalani bersama."

Itu adalah kata terakhir dari si isteri sebelum menghembuskan nafas terakhirnya dalam dekapan suaminya yang tercinta.

Bak mendengar petir keras di siang bolong, si suami kembali terkaget mendengar ucapan isterinya; Bahwa isterinya sedang mengandung anak mereka, buah hati yang dia idamkan selama ini.

Namun apa daya? Semua telah terjadi, bagai nasi yang sudah menjadi basi!

Si suami hanya bisa berteriak histeris dan menangis sekencang-kencangnya menyesali kebodohan yang telah dia lakukan terhadap isteri dan anaknya.

Dia telah menghilangkan dua nyawa dari orang yang dia sayangi dan cintai sekaligus.

**

Waktu pun berlalu begitu cepat....

Di suatu pagi yang cerah, di sebuah tempat pemakaman umum, terlihat seorang lelaki dewasa yang beranjak tua sedang berlutut sambil berdoa dengan khusyuk di sebuah makam.

Selesai berdoa, lelaki tersebut meletakkan seikat bunga di atas batu nisan sambil berkata lirih dan berlinang air mata: "Isteriku, sekarang aku baru menyadari akan arti ucapanmu di waktu lalu bahwa saat ini, aku tak bisa mendapatkan jawaban atas permohonan maafku padamu karena engkau telah pergi akibat keegoisanku."

"Selamat jalan isteri dan anakku, semoga engkau bisa mendapatkan jodoh yang sesuai denganmu dan semoga anak kita bisa terlahir di tengah keluarga yang bahagia, rukun harmonis."

**

Jakarta, 03 April 2023
Penulis: Johny Hanjaya, Kompasianer Mettasik

Wiraswasta | Dharmaduta | Aktivis Buddhis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun