Bukannya sadar, si suami malah menjadi semakin kalap. Ia mengira bahwa isterinya telah berubah dan mulai berani melawan dirinya. Si suami tidak bisa lagi mengontrol amarahnya. Isterinya dipukul, ditendang, hingga berulang-ulang kali sampai terjatuh ke lantai dan tidak bergerak lagi.
Pada saat itu pun, si suami tersadar. Ia kaget alang kepalang. Lalu, dengan panik ia merengkuh tubuh istrinya, menggendongnya, dan membawanya ke mobil untuk segera dilarikan ke rumah sakit.
Namun, isterinya menolak. Ia tahu jika semuanya sudah terlambat. Dengan tatapan mata penuh kasih dan senyuman terindah, si isteri berbisik kepada suaminya,
"Suamiku, saya dan anak kita mohon pamit untuk melanjutkan perjalanan hidup selanjutnya. Jaga dirimu baik-baik. Saya berharap, semoga kamu bisa benar-benar berubah dan mengerti akan ucapan maaf yang seringkali kamu berikan kepadaku."
"Saya bersyukur dan berbahagia bisa memberikan Dana Pemaafan kepadamu hingga saat ini. Perlu kamu ketahui, bahwa tak ada kebencian dalam diriku atas semua perlakuan burukmu padaku."
"Terima kasih atas semua hal yang telah kita jalani bersama."
Itu adalah kata terakhir dari si isteri sebelum menghembuskan nafas terakhirnya dalam dekapan suaminya yang tercinta.
Bak mendengar petir keras di siang bolong, si suami kembali terkaget mendengar ucapan isterinya; Bahwa isterinya sedang mengandung anak mereka, buah hati yang dia idamkan selama ini.
Namun apa daya? Semua telah terjadi, bagai nasi yang sudah menjadi basi!
Si suami hanya bisa berteriak histeris dan menangis sekencang-kencangnya menyesali kebodohan yang telah dia lakukan terhadap isteri dan anaknya.
Dia telah menghilangkan dua nyawa dari orang yang dia sayangi dan cintai sekaligus.