Seperti apakah itu? Mari kita bahas.
Bisakah kamu membedakan perbuatan baik dan buruk? Tentu bisa. Misalkan, mencuri jelas adalah kejahatan. Tidak bisa diterima di masyarakat, ada undang-undang pidana yang mendefenisikannya, dan katanya sih, malaikat juga bisa marah.
Tapi, bagaimana dengan Bejo (nama samaran)? Ia adalah seorang pencuri professional yang tinggal di lingkungan pencuri. Bagi komunitasnya, mencuri itu dimaklumi, terbentuk sebagai keahlian, dan menjadi satu-satunya cara untuk mencari nafkah.
Mungkin ya... Di dalam lingkungan itu, mencuri tidaklah terlalu jahat. Sebabnya "mata pencaharian" tersebut bisa menghidupkan kepada puluhan hingga ratusan orang. Bukankah ada alasan kebaikan di balik aksi tidak terpuji itu?
Benarkah demikian?
Ada contoh lainnya lagi.
Si Parno (nama samaran) adalah seorang yang memiliki posisi yang penting di kantornya. Hingga suatu waktu ia berbuat kesalahan yang cukup fatal. Tidak memeriksa dengan cermat dokumen legal yang ia tanda tangani. Akhirnya, perusahaannya berurusan dengan masalah hukum.
Semua pimpinan, kolega, dan bawahannya setuju, Parno tidak bisa masuk penjara. Risiko terhadap perusahaannya terlalu besar. Akhirnya mereka pun bersekongkol. Seorang staf biasa di departemen legal dijadikan kambing hitam. Parno selamat dari jeratan hukum, begitu pula dengan perusahaannya. Nasib seratusan orang berhasil diselamatkan dari skenario persekongkolan tersebut.
Benarkah demikian?
Ini contoh tambahan lagi.
Coba pikirkan, kapan terakhir kali kita antri? Mungkin pada tempat yang mengharuskan antri. Begitu pula dengan Alex (nama samaran). Tapi, tidak jika orang-orang di sekitarnya mulai tidak disiplin.
Apa yang terjadi? Pilihan Alex hanya dua. Tetap antri dan entah sampai kapan selesai, atau ikut-ikutan menyerobot karena aturan sudah dibuat untuk dilanggar. Nah...
Dengan mengacu kepada ketiga kasus di atas, apakah si Alex, Bejo, dan Parno masih bisa berkata jika kebenaran adalah kebenaran jika keadaan memang mendesak, atau jika memang tidak ada yang mengatakan jika itu salah?