Mohon tunggu...
Groengerine widyatmono
Groengerine widyatmono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Let's Help Each Others

just ordinary psycho homo sapiens personality disorder people

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Penerbangan Paling Pagi (Sequel dari Dialog dengan Nurani)

28 Juni 2010   04:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:14 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“kenapa kau diam? Itulah Andina.” Kata Vania.
Aku masih tak dapat berkata. Mataku tak berkdip melihat wajah anak ini.
Serasa aku sedang bercermin ketika masa kecil dulu.
Anak ini persis wajahnya dngan fotoku ketika aku belum memasuki bangku sekolah.

“Dia Andina. Andinaku.. Andinamu pula...” kata Vania. “Dia buah hatiku, yang sebenarnya buah hatimu pula, buah kasih sayang kita. Kau dan aku.” Vania meneruskan kata. Katanya denga lembut namun penuh ketegasan.

“bagaimana bisa?” tanyaku, setelah beberapa saat hanya terpaku.

“Aku menanti kepastian darimu terlalu lama. Sedang seseorang disana mengajakku mngarungi samudera. Dia sudah membuat bahtera untukku juga.
Aku pergi darimu, sengaja tanpa pamit. Agar aku tak melihatmu sakit.
Aku tak sanggup melihatmu sakit.
Aku pergi membawa sejuta keindahan bersamammu.
Dan tak kukira, aku juga membawa Andinamu dalam diriku.” Jelas Vanya.
Terkejutku kali ini lebih dashyat dari pada kejutan-kejutan yang lain hinga siang ini.

“bagaimana dengan Suamimu?” tanyaku

“Dia tahu aku pernah bahagia bersamamu, namun tak boleh dia tahu siapa Andina. Biarlah aku dan engakau saja yang mengetahui. Andina sekalipun tak boleh tahu.” Jelas vania.
Anak kecil itu masih sibuk dengan krim yang dia makan, hingga bibirnya berlepotan susu.

Vania memegang tanganku. Ada rasa hangat menyebar ke tubuhku. Atau mungkin tubuhku yang terlalu dingin.
“Aku selamanya mencintaimu. Namun, kau harus menatap ke depan!” kata Vania.
Mataku tak lepas dari dua makhluk ini. Manusia yang sekarang aku ketahui, bahwa mereka adalah orang yang sangat aku sayang.

“Aku sekarang sedang mengandung adik Andina, sudah beberapa minggu dia bersemanyam di Tubuhku.” Kata Vania lagi
“Benarkah? Dengan suamimu pastinya.” Tanyaku kembali khawatir
“benar.. kali ini dengan suamiku. Aku ingin menjadi istri yang benar-benar mengabdi pada suamiku.” Jawab Vania.

“Aku masih mencintai engaku Vai...” kataku
“Aku tahu itu, namun cukuplah Andina yang membawa Cintamu padaku. Dia kebahagiaanku, pengawalku, cintaku, segalanya untukku.” Ujar Vania.

Tiba-tiba pengeras suara menginformasikan pesawat yang akan di tumpangi Vania telah siap.
Berat rasanya aku melepas mereka. Sebab aku tahu, tak mungkin lagi aku bisa memandang wajah mereka lagi. “Aku titip Andina-ku padamu, jaga dia. Dia jagoanku!” kataku pada Vania, dan di balas dengan senyumannya.

“Andina... Jaga Bundamu baik-baiknya! Kalau ada yang jahat sama Bunda, pukul saja mereka. Dan kamu jangan nakal ya, jagoan!” kataku pada Andina, anakku.
“tapi Bunda bilang, kita tidak boleh memukul orang. Harus sabar. Tidak boleh jahat sama orang. Ya kan Bunda?.” Jawab anakku itu. Aku tersenyum. Pastilah ini ajaranku. Ajaran yang telah aku tularkan ppada Bundanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun