Kamipun langsung duduk di kursi coklat panjang.
"Ada apa, Mas?"
"Bu, percaya saya nggih. Saya mau tidur sebentar. Ibu jaga saya jangan sampai terjatuh."
"Loh, maksudnya piye Mas?"
"Saya tadi kelindihan, Bu. Saya tahu roh Bu Karni mencari tubuhnya. Saya mau jemput."
Tanpa banyak kata lagi, mungkin karena sudah paham apa yang kumaksud, Bu Minah menjawab, "Ibu doakan sampean juga selamat Mas. Al-Fatihah."
Tak butuh waktu lama, akupun tertidur karena memang tubuh asliku sudah sangat mengantuk. Tapi aku punya misi misterius ini, yang akupun belum tahu berhasil atau tidak.
Lapisan pertama kini adalah ruang bermain SD Santa Maria tempatku menimba ilmu dulu. Aku harus mencari sebuah pintu yang bisa kubuka, untuk masuk ke level selanjutnya.
Kugapai pintu berwarna merah, tempat yang kuhafal sebagai gudang penyimpanan bola untuk olahraga. Rasanya mual sekali, jangan sampai aku terbangun dahulu.
Akhirnya aku masuk pintu itu, dan kini dengan jelas kulihat tubuhku kembali terlentang di atas kursi kayu. Bedanya, ada Bu Minah yang komat-kamit berdoa di atas kepalaku. Ia berlutut dan telapak tangan kanannya mengusap dahiku dengan lembut.Â
Aku sangat terharu, melihat betapa cinta dan kepercayaan Bu Minah, padahal hanya kukenal beberapa jam lalu. Aku doakan semoga anaknya, Ragil, segera sembuh dan tak sakit lagi.