Kriiiiinnnnggggggg!!!
Jam wekerku berbunyi kencang tepat pukul tujuh pagi, mengakhiri sebuah mimpi yang penuh tanya.Â
Tidak ada ngos-ngosan seperti biasanya aku kelindihan pada mayoritas tidurku, karena kali ini jelas kuingat sebuah pesan dari almarhum kakekku, "Lihatlah Senja".
Sebab hari ini tidak ada kelas, aku putuskan memanggil kembali memori mimpi semalam dalam desapan kopi panas. Semua terasa nyata, dan tidak seperti mimpi yang kebanyakan orang bisa lupa, aku mengingat momen indah bersama kakekku di dunia fana itu secara jelas.
Kami berdua berboncengan "sepeda kebo" di sebuah jalan persawahan tanpa ujung. Kuingat jelas punggungnya ada di depanku, berarti aku yang masih kecil tengah diboncengnya.
"Le, besok kalau sudah besar jangan lupa selalu susuri jalan ini."
"Kenapa, Mbah?"
"Ketika jalan dikota sudah halus aspal dan beton, kamu tidak lupa dengan jalan berpasir dan berkerikil ini."
Lalu kakek berhenti mengayuh sepedanya, mengarahkan telunjuk kirinya ke sebuah pemandangan indah di sore itu.
"Embah tahu kamu pasti akan punya masalah suatu saat. Masalah berat. Embah cuma minta kamu lihat itu, Senja. Saat matahari usai jalankan tugasnya menerangi bumi. Lihatlah Senja."