Di beberapa kampung yang sudah maju, kegiatan ini rutin dilakukan seminggu sekali. Uang yang dihasilkan setiap KK (Keluarga) biasanya bisa dimasukkan dalam tabungan RT ataupun dicairkan langsung. Semakin cepat frekuensinya, maka semakin kecil peluang timbunan sampah non-organiknya.
2. Rumah Limbah Jelantah
Masih banyak dikerjakan oleh swasta, pengumpulan minyak goreng sisa atau jelantah ternyata bisa menghasilkan cuan pula. Limbah inilah yang seringkali terbuang secara refleks ke selokan, dan menggumpal menjadi lemak seperti yang dideskripsikan pada kerja bakti kampung saya.
Pengetahuan akan bahaya lingkungan mungkin sudah dimiliki setiap warga. Tetapi untuk resiliensi berdampak baik, diperlukan stimulus berupa pengetahuan bahwa limbah minyak goreng bisa menghasilkan nilai ekonomis.
Limbah minyak goreng biasanya digunakan untuk membuat lilin, sabun batang ataupun sabun cair bari. Tentu bagus jika Kampung Madani bisa menjembatani hingga produksi hilir tersebut. Namun jika belum mampu, tentu masih menguntungkan jika dijual di tingkat pengepul saja.Â
3. Pembuatan Komposter
Ide ini mungkin yang sedikit mengeluarkan modal, tetapi dampaknya akan luar biasa. Komposter adalah alat atau tempat khusus yang digunakan untuk mengubah materi organik, seperti sisa makanan, dedaunan, dan bahan-bahan lainnya, menjadi kompos melalui proses fermentasi dan dekomposisi. (sumber : www.liberty-society.com)
Paling tidak dibutuhkan sebuah wadah, biasanya drum, yang berisi tanah, cacing, dan gerabah untuk mengurai sampah-sampah organik menjadi pupuk kompos. Menjadi lebih baik, adalah apabila output yang dihasilkan berupa pupuk kompos cair dengan pemanfaatan media air sebagai finalisasi dekomposisi. Â Â
Cairan pupuk tersebut bisa diperjualbelikan, pun juga dapat digunakan sendiri untuk pertanian di pedesaan ataupun urban farming di kawasan perkotaan. Semuanya bisa menjadi mata rantai untuk menghasilkan nilai ekonomis.
4. Thrifting Store (Toko Barang Bekas)
Dilematis antara produk thrifting dari luar negeri yang masuk ke Indonesia, seharusnya bisa disikapi secara oportunis. Jika barang bekas dari luar negeri saja laku, maka setiap rumah tangga tentu mempunyai barang bekas yang bernilai ekonomis pula. Konsep inilah yang bisa menyatukan sebuah RT atau RW membuka Toko Barang Bekas kolektif.