"Oke. Deal."
Â
Beberapa menit kemudian hanya tersisa bu Niken Kumala dan Demian yang duduk hanya terpisah dua bangku kelas.
"Dem, soal lomba antar Kota besok kamu gak papa kan kasih jalan dulu ke Rachel?"
"Iya, Bu Niken. Saya paham. Hanya saja saya tidak bisa berpaling dari hadiah 2 juta nya, Bu. Ibu tahu saya sangat butuh uang itu."
"Kalau masalah uang, pakai dulu uang Ibu, Dem. Ibu sudah anggap kalian semua sama seperti anak ibu sendiri."
"Maaf tapi sekali lagi harus saya tolak, Bu. Saya tidak bisa mendaftar kuliah di ITB dengan jerih payah orang lain."
"Tuh kan, kamu masih idealis sekali. Ya, oke Nak, Ibu tidak paksa. Masih ada beberapa bulan untuk kamu daftar di ITB. Emmm... Begini saja. Ibu kenalkan kamu dengan Pak Gondo ipar Ibu, dia penjaga lab IT di ITS Mulyosari. Tahun depan siapa tahu kamu bisa bantu Pak Gondo sepulang sekolah. Syukur-syukur, kamu bisa masuk ITS jalur paling cepat."
"Tuh kan ITS lagi. Yang terbaik ada di Bandung. Bukan disini.."
"Ayolah, Dem. Ibu tahu kamu juga pasti bisa masuk ITB, atau bahkan ke Harvard sekalipun kalau kamu ada uang. Tapi ini tentang ibumu, Nak. Jaga dulu beliau sampai sembuh. Kalau sudah sehat, tahun depannya lagi kamu daftar ulang saja di Kampus manapun yang kamu suka."
"Hufftt. Iya, baik Bu. Saya nanti segera menemui Pak Gondo."