Bahkan saat ini, sudah ada dua doktor  asli Desa Kuluan yang masih berprofesi sebagai dosen di Pulau Jawa (Dr. Dominikus Tulasi dan Dr. Daniel Tulasi). Selain itu, ada beberapa dosen yang mengajar di NTT yang adalah asli orang Kuluan seperti alm. Sirilius Nafanu.
Hanya ada 1 SD di Kuluan, namanya SDK Yaperna Non. Selepas SD ini, anak-anak sudah harus dikirim bersekolah di luar desa.Â
Sekolah SMP terdekat adanya di ibukota kecamatan. Dulunya minimsl ke SMP yang ada di Lurasik, ibukota Kecamatan Biboki Utara.
Jadi anak-anak seusia SMP susah harus hidup mandiri. Tinggal di asrama yang memprihantinkan atau bersama sanak family.
Semangat untuk bersekolah dengan dukungan ekonomi orang tua yang serba kekurangan, ternyata membentuk mental juang anak-anak.
Anak-anak kini telah banyak mengenyam pendidikan di bangku kuliah. Tersebar di Unimor Kefamenanu, Undana dan Unwira Kupang, dan kampus lain. Bahkan ada yang menempuh pendidikan di luar NTT.
Anak-anak Kuluan yang hidup dari tempaan alam Kuluan yang keras, ternyata berkembang menjadi petarung yang pantang menyerah. Mereka tetap berjuang, sekalipun harus merantau dari usia belasan tahun.Â
Hingga saat ini, mereka tersebar dalam dunia kerja sebagai pendidik (dosen dan guru PNS atau swasta), birokrasi, TNI, INGO dan pekerja swata profesional, baik di NTT maupun  luar daerahnya.Beberapa pemuda dan pemudi yang bercita-cita mandiri dan memperbaiki nasib di masa depan, juga tak malu untuk pergi bekerja di Kalimantan, Papua,  Sumatera dan bahkan sebagai TKI di Malaysia.
Di dunia politik, Desa Kuluan juga mencetak beberapa kader terbaiknya menjadi pejuang di gedung DPRD Kabupaten TTU. Mereka cukup 'berbunyi' di dalam gedung DPRD.Â
Sebut saja, Bapak alm. Yosef Tulasi, Agustinus Tulasi, SE dan Yohanes Malada, SE.
Potensi Desa KuluanÂ
Desa Kuluan termasuk penghasil ternak sapi Bali yang telah lama dikirim ke luar daerah. Bahkan anak-anak bersekolah karena orang tua menjual sapi untuk biaya sekolah.