Mohon tunggu...
Viride
Viride Mohon Tunggu... Buruh - penulis

Penulis tidak dapat menulis secepat pemerintah membuat perang; karena menulis membutuhkan pemikiran. - Bertolt Brecht (Penulis dari Jerman-Australia)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mimpi Siang Bolong

25 November 2018   17:42 Diperbarui: 25 November 2018   18:12 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (foto:pixabay.com)

Beberapa jam kemudian semua selesai dengan perasaanku yang berakhir lega.

Masih di hari minggu yang sama, hanya saja kali ini matahari sudah memposisikan diri miring ke arah barat. Aku terduduk di pinggir ranjang sambil menundukkan kepala, saat itu aku pulang ke rumah dengan perih di kedua pipi. Kejadian beberapa jam lalu tak bisa kulupa.

PLAKKK!!!!

Ayunan tangan Adriana mendarat dua kali di pipiku. "Sialan! Seharusnya katakan dari tadi kalau kau tidak jadi melakukan pekerjaan ini. Sekarang aku harus bagaimana? Ini memalukan!"

Kejadiannya terjadi di depan laki-laki itu. Kekecewaan sangat jelas di wajah tampannya sedangkan sumpah serapah tidak juga berhenti meloncat dari bibir Adriana, senyum itu hilang sudah yang ada hanya kemarahan di wajahnya.

Ya, aku berusaha membalikkan keinginan. Sungguh, melawan bujuk rayu dosa dengan embel-embel mendapatkan kemewahan dunia memang bukan hal yang gampang.

Pembatalan diri yang kuat itu kulakukan hanya karena sebuah mimpi di siang bolong. Bunga tidur itu benar-benar berhasil menggagalkan niatku hingga harus menerima hukuman tamparan dan makian dari Adriana.

"Sudahlah, jangan dipaksa kalau tidak mau. Hidup ini perlu uang, biarkan dia pulang, suatu saat dia akan tahu kalau hanya dengan cara ini bisa mendapatkan uang paling instan." Laki-laki itu berucap dengan pandangan sinis.

Aku pun di usir dari rumah mewah itu. Beruntung, beberapa jam yang lalu ketika berpamitan pada ibu dengan menggunakan alasan bohong "kerja kelompok di rumah teman", beliau memberi uang yang ternyata cukup untuk naik angkot.

Sebenarnya saat itu aku tidak mengerti, mengapa tiba-tiba saja ibu memberi uang, padahal aku tidak memintanya. Lagi pula aku tahu kalau ibu sangat jarang sekali memberiku sangu saat bepergian bahkan untuk jajan di sekolah.

Bisa jadi itu pertanda kalau uang pemberian ibu akan membantuku pulang? entahlah, karena faktanya, Adriana tidak mungkin memberi ongkos pulang padaku sebagai tanda kekecewaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun