“Lihat, dirimu kini memutih, tidak seperti biasanya. Berkacalah di telaga.”
Telaga bening tak jauh dari keduanya berjumpa, di sanalah Mila dapat melihat pantulan dirinya. Dan benar, Mila seperti patung pualam yang pucat.
***
Mila terbangun, kali ini nafasnya tersengal-sengal. Perlahan membuka pandangan, lalu beragam tanda tanya mengitarinya. Sekelilingnya berwarna kelabu, persis seperti di mimpinya. Dinding, lukisan, meja, lampu, jendela dan lantai kelabu. Di mana aku? tanya Mila dalam hati.
“Selamat pagi, Mila.” Suara lelaki itu, ya, lelaki yang baru saja Mila bertemu di alam tidurnya.
“Kau, kau juga di sini?” Bibir Mila bergetar.
“Bangunlah perlahan, kau mimpi buruk rupanya. Aku telah menyediakan sarapan pagi untukmu.”
Masih belum habis keheranannya, Mila meneguk minuman dari cangkir yang disodorkan lelaki itu. Minuman yang agak aneh rasanya, namun mengusir sebagaian besar kantuknya. Matanya kini jelas melihat sepasang sayap yang sesekali mengepak dari punggung lelaki itu.
“Ayolah bersiap, hari ini kita ada urusan penting.” Kepakan sayap lelaki itu semakin kencang.
“Urusan apa?”
Pertanyaan Mila tak dijawab, namun Mila tetap beranjak seolah terkena magnet. Dan Mila merasa embusan angin datang dari belakang punggungnya sendiri. Tubuhnya berangsur-angsur terasa ringan. Ringan sekali, lalu kakinya tak menapak lagi. Terangkat, terbang menerobos jendela, mengikuti ke mana lelaki itu mengajaknya.