Menurut pemaparan ayahnya, Dimas lahir normal, bisa jalan normal pada usia 15 bulan. Hanya saat Dimas sakit dan demam, hingga 40 derajat celcius, istrinya memanggil tukang urut.
Istrinya berasal dari kampung, jadi kurang mengerti, mungkin pemahamannya kalau demam ya diurut, jadi pada saat Dimas demam tinggi dan kejang dia diurut sama tukang urut.
Nah, Dimas makin kejang, akhirnya dibawa ke RS Sukula Warakas, Tanjung Priok, Jakarta. Waktu itu menghabiskan uang 400 ribu dan uang sebanyak itu pada tahun 1996 masih besar buat ayah Dimas.
Ayah Dimas terus berjuang agar Dimas sehat dan untuk mencukupi biaya rumah sakit dan biaya hidup sehari-hari.Â
Sejak kecil ayahnya rajin membawa Dimas jalan-jalan. Dimas duduk di kursi roda dan ayahnya mendorong dan menjaganya melewati jalan raya. Mereka jalan pagi hanya depan rumahnya saja dengan duduk di kursi roda.
Motorik Dimas lambat, kalau dipanggil sulit untuk menangkap, sulit untuk mencerna dan tidak langsung konek. Memorinya bisa nangkap umur 13 tahun.
Saat sudah usia dua puluhan Dimas mulai dapat menggerakkan tubuhnya, dipapah berjalan karena tulang kakinya tidak dapat kuat untuk menopang tubuhnya.Â
Sebelum Dimas demam tinggi dan kejang-kejang ayahnya bermimpi buruk. Dari pengakuannya diia melihat serat daun nanas, serat nenas ada di tengah sawah dan kebaret, setelah itu dia bermimpi lagi, seluruh badan Dimas ditaburin bedak agak putih badannya, lalu bermimpi ayahnya masak pagi hari sorenya nasinya sudah basi.
"Kenapa dengan mimpi saya?" Hati ayahnya tidak tenang, dia bertanya-tanya, dan setelah beberapa hari, terjadilah peristiwa Dimas sakit demam tinggi.