Mohon tunggu...
Goris Lewoleba
Goris Lewoleba Mohon Tunggu... Konsultan - Alumni KSA X LEMHANNAS RI, Direktur KISPOL Presidium Pengurus Pusat ISKA, Wakil Ketua Umum DPN VOX POINT INDONESIA

-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Vaksinasi "Mental" Orang Indonesia

17 Januari 2021   11:33 Diperbarui: 17 Januari 2021   11:44 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kedua, sebagian besar orang Indonesia bermentalitas menerabas. Hal ini dimaksdkan bahwa, semua tujuan hidup, pekerjaan, karier, profesi, kekuasaan, dan sejenisnya dengan gampang ditempuh jalan pintas atau menerabas melalui modus operandi yang menghalalkan segala cara. Rambu-rambu moral dan etika standar diabaikan. Sumber korupsi di Indonesia, antara lain berakar dari mentalitas menerabas ini. Mentalitas yang tak mau bekerja keras alias malas, namun menuntut pendapatan/gaji/honor yang tinggi (tak sebanding dengan prestasi kinerja).     

Ketiga, sebagian besar orang Indonesia bermentalitas tak percaya pada kemampuan diri sendiri. Atau dengan perkataan lain, sebagian besar orang Indonesia tidak memiliki  self resiliance yang unggul. Orang Indonesia tidak memercayai kemampuan dirinya sendiri. Ia lebih memercayai dan menghargai kemampuan orang asing, atau orang lain. Ia bersikap inferior terhadap orang lain yang dianggapnya superior. Mentalitas inilah yang merusak integritas dan profesionalitas orang Indonesia.

Sikap mental yang rendah diri ini biasanya ditopengi dengan sikap angkuh dan sok berkuasa yang penuh dengan kepura-puraan.    

Implikasi dari sikap mental seperti ini yang justru menjadi "bumerang moral" untuk tidak memercayai bahwa Vaksin Covid -19 dapat memutus mata rantai penularan Pandemi Covid-19. Malah sebaliknya berpikir bahwa, Vaksin Covid -19 ini tidak lebih dari mekanisme bisnis obat-obat di bidang kesehatan. 

Keempat, sebagian besar orang Indonesia bermentalitas yang tidak berdisiplin murni. Orang Indonesia tidak bisa berdisiplin secara murni tanpa pengawasan dari pimpinan atau atasan. Orang Indonesia berpura-pura disiplin, jika ada pemimpin, pengawas atau sejenisnya. Inilah sumber kinerja orang Indonesia yang sangat buruk hingga sekarang ini. Orang Indonesia tak mampu berdisiplin secara mandiri. Ia membutuhkan pengawasan terus-menerus dalam setiap pekerjaannya. Sebagian besar orang Indonesia tidak disiplin dengan waktu, "jam karet".

Dalam hubungannya dengan Pandemi Covid-19, sudah menjadi semacam Common Sense bahwa, sebagian besar orang Indonesia tidak disiplin mengikuti Protokol Kesehatan. Misalnya, semaunya mengikuti kerumunan di mana-mana, tidak menjaga jarak, dan tidak mencuci tangan. Apalagi jika ada Liburan Panjang, maka dinamika dan aktivitas masyarakat seperti ungkapan, "dimana ada gula, di situ ada semut"

Kelima,  sebagian besar orang Indonesia bermentalitas tidak bertanggung jawab atas perbuatan dan kesalahannya sendiri. Sebagian besar orang Indonesia "melemparkan" tanggung jawab pribadinya kepada entah atasan ataupun bawahannya. Orang Indonesia berani berbuat, tapi takut menanggung risiko. Inilah sumber kelangkaan bagi orang Indonesia yang berintegritas dan profesional. Dalam situasi Pandemi Covid-19 ini, apapun hal atau peristiwa yang terjadi di dalam masyarakat sebagai akibat dari mentalitas masyarakat tidak disiplin, maka yang disalahkan adalah Presiden Joko Widodo. 

Keenam, sebagian besar orang Indonesia bermentalitas hipokrit. Hal ini mengandung pengertian bahwa, orang Indonesia itu cenderung munafik dalam segala hal, termasuk dalam menghadapi Pandemi Covid-19 ini. Orang Indonesia suka hidup dengan topeng kebohongan, kepura-puraan, tidak otentik, atau tidak bersikap apa adanya. Demi menjaga citra dan eksistensi sebagai simbolisasi kekuatan palsu, maka sudah menjadi Pasien Covid -19 pun, tetap mengakui bahwa dia sehat walafiat. pada hal kondisinya itu sangat membahayakan pihak lain secara komunal. 

Ketujuh, sebagian besar orang Indonesia bermentalitas oportunis. Hal ini mengandung pengertian bahwa, di mana ada tempat yang aman bagi kepentingan dirinya sendiri, maka di sanalah ia berlindung, bersarang. Karena itu, orang Indonesia bermentalitas bak "pahlawan kesiangan". Ia menepuk-nepuk dada di atas keberhasilan dan kerja keras orang lain. Keberhasilan orang lain tanpa malu-malu diakuinya sebagai keberhasilan dirinya sendiri. Dalam dunia politik Indonesia, mentalitas semacam ini sering terjadi, kapan dan di mana saja, termasuk dalam situasi Pandemi Covid-19 ini. 

Kedelapan, sebagian besar orang Indonesia bermentalitas aji mumpung. Artinya mumpung ada peluang, maka berbuatlah ia seenaknya untuk memperkaya dirinya sendiri dan para kroni politiknya. Ketika menjadi Penguasa, maka muncullah prinsip mumpung jadi penguasa negeri ini, maka korupsilah ia sebanyak-banyaknya untuk kepentingan diri, keluarga, dan kroni-kroninya, termasuk melakukan korupsi Bansos terkait bencana Pandemi Covid-19. 

Dari berbagai narasi sebagaimana yang diutarakan di atas, maka hal penting yang perlu menjadi perhatian semua pihak adalah, bahwa efektivitas Vaksinasi Pandemi Covid-19 ini, tidak hanya sebatas pada Vaksinasi Fisik Masyarakat Indonesia, tetapi diperlukan juga "Vaksinasi Mental" Orang Indonesia dengan memberikan Suntikan atau Injeksi Moril yang kuat, disertai dengan sanksi yang tegas melalui Penegakkan Hukum bagi semua pihak yang melanggar hukum, tanpa kecuali, agar penyelesaian Pandemi Covid-19 ini dapat dituntaskan secara komprehensif melalui pendekatan secara tegas, jelas, otentik dan terukur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun