***
Suluk Begawan Ismaya
Air mengalir seperti lahirnya pemberi hidup kesegaran. Menyuburkan benih-benih bermanfaat bagi makhluk hidup di bumi. Air tak pernah berdesakan berebutan tempat.
Mencapai kesadaran musim antara waktu tempuh. Sebab air telah ada mengalir di kitab-kitab kejadian Kesemestaan. Sebab air bukan makhluk jejadian pemuja kultus kasat mata.
***
Dia, menyaksikan semua kejadian itu, dalam khusyuk, tafakur, takzim. Dia terus berzikir.
"Kesucian kasih sayang, cinta amanat langit, tak perlu slogan-slogan ataupun yel yel polusi sakit mata, kata-kata." Itu, maklumat kahyangan untuk ruh bening nuraninya. Dia, tak pernah merasa menjadi sosok penting, bagi dia hidup wajib berbagi, rencana pasti, bukan wacana-protokol proposal.
Dia senantiasa mengawasi, di antara sulapan angka jungkir balik di bolak-balik. Samaran lawan-lawannya, tak berani muncul, berhadapan, hanya berani membuat teror berkelamin ganda, menjadi tukang catut picisan, berkoar-koar seperti singa ompong mengaum di pandang tandus.
Dia, terus melangkah, pasti, dengan keyakinan dari-Nya, bersama cinta, kasih sayang, cita-cita di sukmanya, menaburkan benih ke-angkasa. Pertumbuhan semakin subur.
Taman hati penuh bunga. Kunang-kunang menyala terang beterbangan bak superbintang kejora. Kupu-kupu menari cantik. Seruling bersimfoni mazmur indah taman hati.
Para pengkhianat jadi bara di neraka membakar dirinya sendiri. "Glar!" pecah jadi belatung, begitu seterusnya sepanjang musim semesta.