Mohon tunggu...
Taufan S. Chandranegara
Taufan S. Chandranegara Mohon Tunggu... Buruh - Gong Semangat

Kenek dan Supir Angkot

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Antimitos

31 Juli 2024   21:42 Diperbarui: 31 Juli 2024   22:18 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia, sangat piawai membaca tanda-tanda, langkahnya sulit diterka lawan. Segala cuaca telah dilaluinya dalam badai terdahsyat sekalipun, meski dia tetap tampak tenang, seakan-akan lemah, namun sesungguhnya, dia sangat terang dalam membaca situasi, melihat jendela-jendela, pintu-pintu di setiap sudut tergelap sekalipun, siapa boneka penyusup, siapa bukan. Tak satupun lawan atau kawan, publik pendukung, mengetahui siapa dia sesungguhnya.

Kapan dia memutuskan, kapan dia memberi pernyataan menyerang dalam diam di tengah keriuhan suku kata di antara parodi beterbangan, gerakannya sungguh, Sukma Ning Jagad Batara. "Ting!" Bak metronom peradaban di sunyi, di tengah badai sekalipun, siapapun, berpihak atau tidak, takkan pernah terasa bahwa keputusan telah disiapkan, serangkaian serangan telah berlangsung sebelum di umumkan, meski tampaknya mendadak. Namun, sesungguhnya tidak.

***

Sebab dia dalam laku sukma, dalam tenang senantiasa, serangannya selalu tepat, mematikan, di jantung konflik di bawah arus, membuat publik terkesima tak sempat berdecak kagum, sedikitpun, hanya terperangah, seperti selo mengalunkan ombak di lautan, mengendalikan angin dalam desir tenang bertenaga kuat.

Meliukkan kekuatan bagai tarian tradisi, gong, dalam gending bedoyo ketawang, kain terjuntai mengombakan angin, menepis hipokrisi dalam lipatan tersirat di kertas kepalsuan. Gemulai tanpa terasa, hipotesa telah ditidurkan, suratan telah menjadi tembang mengalunkan kaidah amar putusan telah siar, di gelombang frekuensi kecepatan kedip di ketepatan.

Mencuri waktu, di saat, di sela waktu slogan pujian palsu, di antara yel-yel sumbang kepalsuan, sosok palsu, tercekik serak oleh tangan mereka sendiri. "Kegk!"

Tujuan, dukungan palsu takkan sampai pada ketulusan, sebab kesetiaan tak selalu tertampak, gaib, dalam bening akal budi. Jika dukungan berharap imbalan menjadi pujaan, tanpa kasih, sekadar protagonis ter-antagonis, scene by scene, agar di sorot media massa. Kuncup bunga pasti layu, sebelum berkembang.

Para sosok palsu pendukung dia, serentak, memakai cawat di kepalanya masing-masing, menyembah batu oportunis, malu-malu kucing "Meong! Meong!"

Lantas, dengan serta-merta, para sosok palsu, menembak kepala mereka masing-masing, mata mereka keluar dari kepala masing-masing, melihat diri mereka sendiri, telah, menjadi mesin pengkhianat, tanpa daya untuk hidup kembali, telinga mereka lemas, malu mendengar suara dari mulut mereka masing-masing.

Kaki mereka lari tunggang langgang meninggalkan tubuh masing-masing, tangan mereka terus menempeleng mulut mereka masing-masing. Pepohonan, rerumputan, mengeluarkan api, membakar mereka. Langit mengeluarkan kilat dalam dentuman tak terhingga, membakar segala, ada, bentuk-bentuk kepalsuan renda-renda itu, memusnahkan kekenesan, bergincu, berseragam kemasan jas-jis-jus, berdasi kupu-kupu belang-belonteng, terpanggang bara, di asap hitam "Meeoong!"

Yel-yel, membekap mulut mereka sendiri. Slogan-slogan, mencoret tulisan mereka sendiri, meledak, berputaran tersapu lautan. Lenyap, senyap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun