Sebagaimana diberitakan oleh CNN Indonesia (14/12), maraknya kasus fintech layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi atau yang lebih dikenal dengan nama P2P Lending yang illegal dan merugikan masyarakat sebagai konsumennya, telah sampai ke telinga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan hingga kini OJK masih meminta kepada LBH Jakarta untuk mengungkap nama-nama korban akibat kasus masif ini.[1]Â
"Mohon beri data yang selengkap-lengkapnya kepada OJK supaya kami bisa mengambil tindakan yang tegas dan bisa membangun industri fintech P2P lending yang sehat, kuat, dan bisa memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat dan tidak menyakiti," ujar Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendarikus Pasagi usai bertemu dengan perwakilan LBH Jakarta di Gedung Wisma Mulia 2, Jumat (14/12).Â
Dari laporan LBH Jakarta, terdapat 25 nama penyelenggara fintech P2P Lending yang telah terdaftar di OJK namun melakukan berbagai pelanggaran dari sisi penagihan hutangnya. Tentu saja hal ini sangat meresahkan karena tidak ada jaminan bahwa penyelenggara itu ketika telah terdaftar tidak akan melakukan pelanggaran apapun. Lantas, apa upaya-upaya dari sisi peraturan yang dapat mengatasi permasalahan dan kisruh ini?
Peraturan perundang-undangan yang berlakuÂ
Dari sisi peraturan-peraturan, sebetulnya OJK sudah melahirkan banyak peraturan yang mengatur agar penyelenggara P2P Lending tidak merugikan konsumen-konsumennya. Berikut adalah daftar peraturan OJK yang terkait dengan P2P Lending yang sangat erat kaitannya dengan kasus belakangan ini:Â
- Peraturan OJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi ("POJK 77/2016");
- Peraturan OJK No. 18/POJK.07/2018 tentang Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan ("POJK 18/2018"); dan
- Surat Edaran OJK No. 17/SEOJK.07/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan ("SEOJK 17/2018").
Dari ketiga peraturan di atas, paling tidak OJK sudah mewanti-wanti bahwa ada mekanisme yang perlu dilewati oleh penyelenggara fintech P2P Lending untuk menjadi perusahaan yang diterima dan dipercaya oleh masyarakat Indonesia. Misalnya, berdasarkan POJK 77/2016, ada kewajiban untuk mendaftar menjadi penyelenggara P2P Lending, dan berdasarkan POJK 18/2018 serta SEOJK 17/2018, ada kewajiban bagi penyelenggara P2P Lending untuk memiliki unit tersendiri yang menangani layanan pengaduan konsumen. Berikut rincian pasal-pasal yang relevan dari kedua peraturan OJK tersebut di atas.Â
POJK 77/2016:
 Kewajiban PendaftaranÂ
Pasal 7
Penyelenggara wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada OJK.Â