Â
Ternyata, sebagaimana disebutkan di atas, LBH Jakarta masih menerima pengaduan masyarakat tentang fintech P2P Lending ilegal. Sebenarnya, menurut Penulis, kisruh yang terjadi belakangan ini bisa diminimalisir dampaknya apabila ada upaya juga yang dilakukan oleh konsumen. Semua peraturan dan surat edaran OJK sudah baik sekali mengatur soal perlindungan konsumen, dan kini giliran konsumen yang juga melakukan berbagai upaya untuk meminimalisir akibat buruk dari fintech P2P ilegal.
 Sebagai konsumen, konsumen harus membaca syarat dan ketentuan yang berlaku pada penyelenggara fintech P2P Lending sebelum menggunakan aplikasinya. Belum lagi, konsumen harus memilah lagi penyelenggara mana yang ilegal dan tidak, dan sebisa mungkin hanya menggunakan jasa dari penyelenggara yang sudah terdaftar di OJK. Sekarang, daftar fintech P2P Lending per 7 Desember 2018 sudah terpublikasi di alamat laman ini,  Apabila konsumen-konsumen melakukan berbagai upaya ini, setidak-tidaknya ada pengurangan risiko, meski tidak bisa dijamin 100% bebas risiko.
Selain daripada peraturan OJK, ternyata Asosiasi FinTech Indonesia (AFTECH) juga telah membantu mengurangi risiko bagi konsumen pemakai jasa P2P Lending dengan mengeluarkan Code of Conduct atau Pedoman Perilaku Pemberian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi Secara Bertanggung Jawab yang dikeluarkan pada bulan Juli 2018 yang lalu. Di dalam Pedoman ini, terdapat beberapa hal yang penting, yaitu:
- Transparansi Produk dan Metode Penawaran Produk Layanan
- Transparansi atas produk dan metode penawaran produk bertujuan untuk memberdayakan pengguna yang mengajukan, memberikan, menerima, dan mengelola pinjaman secara sadar, memahami seluruh risiko yang terkait, dan secara bertanggung jawab.
- Pencegahan Pinjaman Berlebih
- Setiap pinjaman wajib ditawarkan dengan mempertimbangkan dan menyesuaikan kemampuan ekonomi Penerima Pinjaman untuk mengembalikan pinjaman. Pemberian pinjaman secara berlebihan di luar kemampuan membayar Penerima Pinjaman dianggap sebagai praktik yang tidak bertanggung jawab.
- Penerapan Prinsip Itikad Baik
- Bahwa dalam memfasilitasi kegiatan penawaran dan pemberian pinjaman sebagai platform atau marketplace, setiap Penyelenggara tetap wajib menerapkan prinsip itikad baik dengan memperhatikan kepentingan seluruh pihak yang terlibat, serta tanpa merendahkan harkat dan martabat pengguna
Sehingga, dengan adanya Pedoman Perilaku ini, diharapkan agar konsumen lebih dilindungi dari informasi asimetris dengan penyelenggara P2P Lending, misalnya saja suku bunga atau biaya-biaya tambahan atau denda seharusnya diketahui dari awal sebelum penerima pinjaman meminjam uang dari penerima pinjaman melalui platform penyelenggara.
Pembahasan mengenai peraturan dan juga Pedoman Perilaku sepertinya sudah cukup menyeluruh, namun, apakah semua itu menjamin bahwa tiada sengketa yang akan timbul dari "kontrak" antara penyelenggara P2P Lending dan masyarakat sebagai konsumen? Tentu saja akan selalu ada masalah, baik besar maupun kecil yang mengiringi, sehingga menurut Penulis, langkah selanjutnya setelah tahap preventif melalui peraturan-peraturan serta peran serta konsumen yang harus lebih bijak memilih adalah tahap di mana setiap Advokat yang membantu para penyelenggara P2P Lending mendapatkan izin usaha dari OJK atau membantu mereka untuk terus mengikuti perkembangan peraturan OJK yang terus berubah harus selalu diperhatikan.Â
Peran Advokat juga sangat besar dalam menentukan apakah perusahaan-perusahaan penyelenggara P2P Lending benar-benar telah mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku, baik itu peraturan OJK, atau peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait, misalnya tentang pencucian uang, pendanaan terorisme, dan juga yang penting adalah perlindungan data pribadi. Kepatuhan terhadap hukum hendaknya menjadi perhatian Advokat sehingga Advokat tak hanya membantu konsumen ketika ada sengketa melawan penyelenggara P2P Lending, namun juga dalam tahap preventif dalam membantu penyelenggara P2P Lending untuk bisa menjalankan bisnis tanpa melanggar ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
Semoga dengan dipikulnya tanggung jawab bersama oleh para Advokat, OJK, penyelenggara P2P Lending serta konsumen itu sendiri, masa depan fintech terutama P2P Lending di Indonesia tetap cerah dan semakin berkembang. Sengketa hukum belakangan ini hendaknya tak menjadi batu sandungan, namun justru semakin mempersiapkan industri fintech di Indonesia agar bisa menjadi pelajaran agar ke depannya keuntungan bisnis dari fintech P2P Lending berjalan beriringan dengan kepatuhan terhadap hukum di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H