Munculnya Kidsfluencer dan Eksploitasi Anak
Anak-anak yang menjadi kidsfluencer menghadapi risiko besar. Mereka kehilangan privasi dan terjebak dalam rutinitas 'kerja' yang seharusnya bukan tanggung jawab mereka. Â
Contohnya, beberapa anak yang viral di medsos karena konten lucunya. Pada saat anak mulai merasa lelah, sang ibu tetap memaksanya dengan alasan 'followers menunggu' atau 'buat uang jajannya dia juga'
Bahkan pada beberapa kasus, banyak anak yang menjadi kidsfluencer mengalami penurunan kebahagiaan akibat tekanan konten.
Melansir laman Unair, pada Minggu (22/12), menurut Pakar psikolog anak Universitas Airlangga (Unair), Dr Nur AIny Fardana, eksploitasi anak berarti menghilangkan hak-hak yang semestinya mereka miliki.Â
Maka dalam pembuatan konten, penting untuk memastikan bahwa anak yang bersangkutan tidak tertekan dan merasa nyaman.Â
Kemudian, hal yang perlu dipertimbangkan lainnya, yaitu terkait privasi anak yang bisa saja disalahgunakan di kemudian hari, sehingga anak menjadi korban perundungan atau lain sebagainya.
Melansir Theweek.In, pada Minggu (22/12), dengan semakin meningkatnya kemampuan AI, sharenting yang memicu terbentuknya kidsfluencer ini akan berbahaya karena orang tua menyimpan galeri digital anak sejak kecil.Â
Bukan hanya perundungan, AI berpotensi disalahgunakan oleh para pelaku kejahatan, seperti halnya pelecehan seksual oleh para pedofil dan lain sebagainya.Â
Dengan demikian fenomena sharenting ini harus disikapi dengan bijak, agar di samping menghasilkan dampak yang positif, dampak negatifnya dapat diminimalisir. (cmiiw)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H