Mohon tunggu...
Gita Yulia
Gita Yulia Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer | SEO Content Writer

I am a learning person who enjoys sharing reviews about phenomena that occur in the universe. Hopefully what is shared will bring blessings to me and be useful for many people.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Studi Stanford Ungkap Indonesia Jadi Negara Paling Malas Jalan Kaki, Hanya 3.513 langkah per Hari: Begini Alasannya!

29 November 2024   06:48 Diperbarui: 29 November 2024   12:24 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa sangka, Indonesia tercatat sebagai negara dengan peringkat pertama paling malas berjalan kaki di dunia, berdasarkan penelitian Stanford University.  

Studi ini menganalisis data yang diambil berdasarkan jumlah langkah dari ribuan pengguna smartphone di berbagai negara, seluruh dunia. 

Hasilnya, rata-rata masyarakat Indonesia hanya berjalan 3.513 langkah per hari, jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata pejalan kaki secara global yang mencapai 5.000 langkah per hari.

Fakta ini menarik perhatian masyarakat di seluruh dunia, terutama masyarakat Indonesia sendiri, lalu kemudian mengerecut pada persoalan terkait alasan masyarakat Indonesia paling malas jalan kaki. 

1. Kondisi Infrastruktur Tidak Merata

Ternyata tidak sekedar malas, menurut penelitian Stanford, salah satu alasan utama kenapa orang Indonesia malas jalan kaki adalah kondisi infrastruktur, tepatnya kurangnya fasilitas pejalan kaki yang layak. 

Seperti halnya trotoar yang dibuat sebagai jalur khusus, berdampingan dengan jalur lalu lintas kendaraan agar pejalan kaki dapat berjalan dengan aman dan nyaman. 

Diakui atau tidak, pengadaan trotoar belum sepenuhnya merata di seluruh daerah Indonesia, sementara angka kenaikan pemakai kendaraan pribadi di Indonesia semakin meningkat. 

Trotoar di Indonesia, umumnya diproritaskan dibangun di daerah yang padat penduduk, memiliki aktivitas tinggi, dan terdapat rute untuk angkutan umum. 

Akibatnya, di beberapa daerah yang masih minim perhatian pemerintah, sering kali jalanan sempit dan terdapat trotoar untuk pejalan kaki karena dinilai tidak terlalu dibutuhkan. 

Namun, pada sewaktu-waktu saat jalanan ramai, misalnya ada event atau kegiatan tertentu, pejalan kaki kesulitan untuk menyusuri jalanan atau mengalah untuk para pengendara yang menguasai jalanan. 

Bahkan, sering kali jalanan hanya menyediakan satu jalur berukuran untuk satu orang pejalan kaki saja karena saking sempitnya. Pejalan kaki akan rawan klakson ketika bergeser sedikit pun dari jalur sepetak itu. 

2. Kualitas SDM dan ketertiban Jalan

Di lain sisi, fasilitas tidak ramah pejalan kaki, terjadi pula di daerah yang disediakan trotoar. Karena ukurannya yang sempit atau mungkin rusak, seperti keretakan jalan atau adanya gorong-gorong yang membahayakan. 

Atau kerap kali, bahkan trotoar berubah fungsi jadi tempat parkir, lokasi pedagang kaki lima atau bahkan dipakai pengendara roda dua yang kebelet sampai tujuan dan menhindari macet. 

Seperti video yang belakangan ini viral di media sosial, salah satunya djunggah oleh akun tiktok @duniapunyacerita_ memperlihatkan bagaimana struggle-nya menjadi pejalan kaki di Indonesia. 

Terlihat seorang perempuan mempertahankan haknya berjalan di trotoar, sementara di belakangnya dikrumuni kendaraan beroda dua, seolah-olah pejalan kaki yang mengahalangi jalanan. 

Bahkan, mirisnya lagi terdapat masyarakat yang masih keliru tentang penggunaan trotoar dan menormalisir penggunaan trotoar untuk kebutuhan pengendara motor dan menyalahkan pejalan kaki. 

Padahal, Berdasarkan pasal 131 Ayat 1 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, trotoar hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki untuk menjamin keselamatan mereka. 

Selain membahayakan keselamatan pejalan kaki, penggunaan trotoar untuk kendaraan roda dua, hal ini dapat mempercepat kerusakan trotoar karena pejalan kaki dan mesin memiliki bobot beban yang berbeda. 

Selain itu, banyakanya parkir kendaraan di trotoar juga menjadi penyebab ketidakramahan bagi para pejalan kaki, apalagi untuk orang-orang berkebutuhan khusus, seperti tunanetra, mereka bisa menubruk kendaraan. 

Sebagai bentuk antisipasi sekaligus solusi persoalan ini, sebenarnya pemerintah sudah menerapkan fasilitas pendukung yang didesain khusus untuk trotoar, seperti banyanya tiang dan bola bangunan di beberapa trotoar tertentu. 

Hal ini dibuat untuk mencegah kendaraan menggunakan trotoar, tetapi entah karena kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum mengimbangi, terkadang masih ada kendaraan nekat, bahkan playing pictim saat dinasehati. 

3. Kebersihan Trotoar

Selain masalah ketertiban dan SDM yang rendah, Kondisi lingkungan yang kurang bersih juga jadi menjadi salah satu faktor mengapa masyarakat Indonesia malas jalan kaki. 

Pada kawasan tertentu, sampah yang berserakan dan bau tidak sedap di banyak area publik bikin pengalaman berjalan kaki jauh dari menyenangkan. 

Hal tersebut sering kali disebabkan oleh banyaknya para pengendara atau pejalan kaki sendiri yang membuang sampah sembarangan, atau bahkan karena adanya penjual kaki lima yang tidak bertanggung jawab berjualan di trotoar. 

Seperti halnya diungkapkan dalam laporan survei kebersihan oleh World Bank, yang menyebutkan bahwa 60% area perkotaan di Indonesia menghadapi masalah pengelolaan sampah.  

4. Faktor Cuaca dan Iklim

Cuaca di Indonesia yang cenderung ekstrem, baik panas terik maupun hujan deras, juga jadi alasan lain. Studi yang sama dari Stanford mencatat bahwa faktor iklim memang memengaruhi perilaku jalan kaki.

Terutama di negara-negara tropis seperti Indonesia. Saat panas, orang lebih memilih berada di ruangan ber-AC, sementara hujan membuat mereka menghindari aktivitas di luar ruangan.  

5. Budaya Praktis dan Gaya Hidup Instan  

Terakhir, tetapi tidak kalah perannya, yaitu faktor budaya dan streotif yang berkembang di Indonesia, berjalan kaki sering dianggap sebagai "opsi terakhir" kalau kendaraan tidak tersedia. 

Sebenarnya, hal ini tidak terlalu mengkhawatirkan, bila mana rendahnya minat berjalan kaki di landasi alasan kuat bahwa fasilitas kendaraan umumnya sudah berkembang pesat hingga jarang pejalan kaki dan kemacetan teratasi. 

Sayangnya, hal ini tidak begitu akurat dan bahkan mungkin hanya terjadi di segelintir kota-kota besar tertentu. Karena kenyataannya, fasilitas kendaraan umum tidak merata di seluruh wilayah, hingga masyarakat lebih memilih kendaraan pribadi. 

Ditambah lagi, tren layanan seperti halnya ojek online semakin mempermudah orang untuk segala keperluan aktivitas bepergian tanpa harus melangkah atau membawa kendaraan pribadi. 

Dalam artikel yang diterbitkan oleh Jakarta Post, disebutkan bahwa layanan antar jemput online di Indonesia mengalami peningkatan hingga 35% per tahun, menjadikan kendaraan sebagai pilihan utama masyarakat.  

Dalam hal ini, berjalan kaki di Indonesia memerlukan mental yang cukup kuat, karena sering kali dianggap kekurangan dana dan bahkan dikasihani. Seperti halnya mendapatkan tatapan prihatin atau tawaran tumpangan. 

Namun, yang lebih parahnya, pejalan kaki harus lebih menyiapkan mental karena jalanan yang sepi pada beberapa daerah terkadang rawan terjadi kriminalitas seperti copet maupun cat calling. 

6. Manajemen Waktu

Sebenarnya, tidak membiasakan diri untuk jalan kaki bukan cuma soal abai dan gaya hidup semata, tapi juga membawa dampak serius pada kesehatan. 

Kementerian Kesehatan RI menyebutkan, rendahnya aktivitas fisik seperti berjalan kaki meningkatkan risiko penyakit seperti obesitas, diabetes, dan penyakit kardiovaskular. 

Data WHO juga mendukung ini, dengan menyatakan bahwa 25% penduduk dunia yang kurang aktivitas fisik berisiko lebih tinggi terkena penyakit kronis.  

Terkadag kesibukan menjadi alasan utama sesorang malas untuk berjalan kaki, selain memperlambat sampai tujuan, hal ini juga menguras energi yang cukup signifikan bagi beberapa orang. 

Namun, lebih dari itu, terkadang hanya soal manajemen waktu dan murni dari rasa malas itu sendiri, karena untuk sekian banyak orang selama masih dapat bertahan hidup normal, hal-hal yang sebenarnya krusial bagi kesehatan sering kali minim perhatian. 

Dan memang sudah menjadi sifat manusia, menyesal selalu datang terakhir, dalam artian kebanyakan orang berjalan kaki, saat sudah merasa bahwa kondisi fisiknya sakit dan dituntut untuk jakan kaki. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun