Namun, pada sewaktu-waktu saat jalanan ramai, misalnya ada event atau kegiatan tertentu, pejalan kaki kesulitan untuk menyusuri jalanan atau mengalah untuk para pengendara yang menguasai jalanan.Â
Bahkan, sering kali jalanan hanya menyediakan satu jalur berukuran untuk satu orang pejalan kaki saja karena saking sempitnya. Pejalan kaki akan rawan klakson ketika bergeser sedikit pun dari jalur sepetak itu.Â
2. Kualitas SDM dan ketertiban Jalan
Di lain sisi, fasilitas tidak ramah pejalan kaki, terjadi pula di daerah yang disediakan trotoar. Karena ukurannya yang sempit atau mungkin rusak, seperti keretakan jalan atau adanya gorong-gorong yang membahayakan.Â
Atau kerap kali, bahkan trotoar berubah fungsi jadi tempat parkir, lokasi pedagang kaki lima atau bahkan dipakai pengendara roda dua yang kebelet sampai tujuan dan menhindari macet.Â
Seperti video yang belakangan ini viral di media sosial, salah satunya djunggah oleh akun tiktok @duniapunyacerita_ memperlihatkan bagaimana struggle-nya menjadi pejalan kaki di Indonesia.Â
Terlihat seorang perempuan mempertahankan haknya berjalan di trotoar, sementara di belakangnya dikrumuni kendaraan beroda dua, seolah-olah pejalan kaki yang mengahalangi jalanan.Â
Bahkan, mirisnya lagi terdapat masyarakat yang masih keliru tentang penggunaan trotoar dan menormalisir penggunaan trotoar untuk kebutuhan pengendara motor dan menyalahkan pejalan kaki.Â
Padahal, Berdasarkan pasal 131 Ayat 1 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, trotoar hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki untuk menjamin keselamatan mereka.Â
Selain membahayakan keselamatan pejalan kaki, penggunaan trotoar untuk kendaraan roda dua, hal ini dapat mempercepat kerusakan trotoar karena pejalan kaki dan mesin memiliki bobot beban yang berbeda.Â
Selain itu, banyakanya parkir kendaraan di trotoar juga menjadi penyebab ketidakramahan bagi para pejalan kaki, apalagi untuk orang-orang berkebutuhan khusus, seperti tunanetra, mereka bisa menubruk kendaraan.Â