Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Karya Karma Bagian 15

19 November 2016   18:03 Diperbarui: 19 November 2016   18:26 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Abah segera menyayat dalam leher Inspektur Jenar. Darah Inspektur Jenar segera mengucur deras. Gerakan menyembelih pun dilakukan Abah serupa dulu ia menggorok leher para pemberontak. Tangan Inspektur Jenar mencoba meraih tangan Abah yang melingkari lehernya. Namun semakin Inspektur Jenar berusaha, semakin dalam Abah menggorok leher Inspektur Jenar.

Kepanikan dan ketakutan membuat darah mengalir cepat dari tubuh ke kepala. Dan Abah tahu ini akan membuat kematian akan semakin cepat. Darah semakin membuncah keluar. Dari setiap nadi dan otot yang terpotong, ketakutan yang sangat tergambar di mata Inspektur Jenar. Ia pun coba berteriak tapi percuma. Mobilnya kedap suara dan semua jendela memang tertutup rapat. Dan menjelang tengah malam ini, di parkir kantor kepolisian memang sangat sepi.

"Rasakan tuan Jenar. Saat kematian itu hanya berjarak 3 senti antara pisauku dan nadimu tuan."

Abah semakin dalam menggorok leher Inspektur Jenar yang kini mulai lemah tak berdaya. Ada kepasrahan dan ketakutan dalam matanya yang kini sayu digelayuti kematian. Kuyup jaket dan baju Inspektur Jenar dibasahi darahnya sendiri. 

"Groookk...groook" suara menggerok terdengar saat  Abah hampir putus menggorok leher Inspektur Jenar. Abah pun tahu Inspektur Jenar akan segera mati, ia melemaskan tanga kiri yang semenjak tadi mengekang lehernya. Kini tangan kirinya menjambak rambut Inspektur Jenar. Karena Abah pun tahu, sebentar lagi ia menggorok, kepala Inspektur Jenar akan segera putus.

Benar saja, kepala Inspektur Jenar pun putus. Terpisah dengan lehernya, kepala inspektur Jenar segera dipegang Abah. Sedang tubuh Inspektur Jenar segera jatuh ke arah kiri. Dengan darah yang masih mengalir, kini darah Inspektur Jenar membasahi kursi penumpang di sebelah kiri. Abah segera melemparkan kepala Inspektur Jenar ke bangku penumpang di belakang. 

"Darahmu benar-benar berbau busuk tuan Jenar. Tidak seperti darah para pemberontak dulu." Seusai berkata demikian, Abah menatahkan noda darah ke bangku supir. Dan ia segera keluar meninggalkan Inspektur Jenar menggelinjang mati terpenggal kepalanya.

* * *

Bersambung

Wollongong 19 November 2016

10:02 pm 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun