Tak lama mereka menjallin mahligai rumah tangga. Sadam mulai banyak mempelajari sastra. Kadang ia memanggil istrinya dengan Nona. Dan tak jarang pula ia menyambut tamunya dengan kata Tuan dan Nyonya.
“Anak kita akan segera lahir 3 bulan lagi. Kira-kira ayah mau dipanggil ayah atau daddy atau papa sama anak kita?” tanya Safitri sambal merebahkan diri di samping Sadam. Obrolan kecil menjelang tidur menjadikan Sadam makin cinta kepada istrinya. Apalagi saat tahu Safitri mengandung anaknya. Gembiranya bukan main hati Sadam.
Hatinya yang kasar dan brutal seolah berubah total saat bertemu Safitri. Dan bertambah kian elok dan penyanyang saat Sadam tahu Safitri hamil.
“Apa yang mah.....? Bingung aku.”
“Yang beda dong. Masa panggil ayahnya nanti Tuan Sadam?” ujar Safitri sambal terkekah.
“Abah… ya Abah saja. Sama seperti ayah dulu panggil bapak di rumah.”
“Abah? Menarik juga. Selamat malam Abahku sayang” Safitri lalu memeluk dan mulai terlelap tidur.
Sadam masih tersenyum dan membayangkan dirinya menjadi manusia seutuhnya saat anaknya lahir nanti.
* * *
‘Sial. Kenapa mereka bisa tahu gubug ini?’ Abah bertanya dalam hati. Ia pun menelepon W.
“W. ada beberapa polisi datang kesini. Coba cari tahu kenapa ia bias kesini nak?” tanya Abah tanpa basa-basi.