Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Karya Karma Bagian 9

13 Oktober 2016   19:12 Diperbarui: 13 Oktober 2016   19:25 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Siapa itu W.?" Abah segera bertanya saat W. membawa si pria besar ke dalam gubug.

"Entah Abah siapa dia? Dia melihat saya memasukkan Fahri ke dalam bagasi. Terpaksa W. lumpuhkan. Entah Abah akan lakukan apa dengannya?"

"Begitukah?" Abah menyeringai menatap si pria besar.

* * * 

"Sringg...sriingg..!" suara Abah menggerinda pisaunya membangunkan si pria besar. Ia kini diikat kuat di sebuah bangku kayu besar.

"Ahhh... dimana ini?? Siapa kau orangtua??" si pria besar bertanya.

Di hadapan si pria besar sudah teronggok Fahri. Ususnya terburai dari perutnya yang sudah bedah. Antara sadar dan tidak sadar, Fahri melenguh kesakitan. Darah dari organ dalam perut yang di keluarkan membasahi meja tempat Fahri dibaringkan. Ada beberapa pisau kecil dan besar berserakan di meja itu. Semua bersimbah darah. Ada kengerian dari sebuah operasi yang ada di sebuah kamar bedah. Bedanya, disini semua serba mentah. Tidak ada alat bantu pernafasan. Tidak ada mja steril alat-alat bedah diletakkan. Hanya ada Abah dan karyanya.

"Halo tuan muda. Sudah siuman rupanya? Di depan tuan muda, ada tuan Fahri. Si pejabat busuk yang perutnya pun busuk bukan main." Dengan santai Abah mengulur usus yang ia ambil dari sebuah baskom dekat gerinda.

"Lihat ini tuan muda. Uluran usus kecil ini sudah berapa kali dilalui makanan busuk hasil korupsi tuan Fahri? Coba tuan muda bayangkan? Buat apa lagi usus kecil ini bukan? Karena tubuh tuan Fahri sudah busuk. Lihat ini tuan muda..." Abah mendekatkan usus yang terjuntai berbau anyir dan sepah tadi ke hadapan si pria besar. Juntaian usus tadi berlumur darah dan getah perut. Begitu licin dengan lendir. Berbau sengak saat juntaian usus mendekat hidung si pria besar. 

"Sial kau! Lepaskan aku. Aku tidak ingin disini. Biarkan aku keluar. Dan ku bersumpah tidak akan berkata apapun. Ku bersumpah. Lepaskan aku!" si pria besar tadi mulai panik. Perutnya pun semakin mual dengan bau ruangan ini.

"Tuan muda tahu siapa tuan Fahri bukan? Jangan berbohong kalau tuan muda tidak tahu? Bukan begitu tuan Niko?" Abah menyebut namanya. Karena W. segera mencari identitasnya di dompetnya. Dan W. baru tahu juga kalau ia adalah anggota kepolisian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun