Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Karya Karma Bagian 9

13 Oktober 2016   19:12 Diperbarui: 13 Oktober 2016   19:25 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mobil W. segera berbelok di minimarket yang ditemukan. Abah masih belum siuman. Ia terpaksa berlari mencari segala yang bisa ia jadikan bekal ke dalam hutan. Setidaknya untuk makan dan minum. 

Selesai membeli segala sesuatu, W. segera memasukkanny ke dalam tas jinjing dari dalam bagasi mobilnya. W. berkendara menjauh dari minimarket dan segera membelokkan mobil ke dalam hutan. Mobil W. segera ia beri tumpukan daun kering dan ranting. Ia tahu helikopter polisi akan mudah mengetahui mobilnya. Karena pantulan atap mobilnya terlihat saat disorot lampur dari helikopter polisi.

Keluar dari mobil W. segera memapah Abah sambil membawa tas jinjingnya. Secepatnya W. melangkah masuk ke dalam hutan. Mencari tempat yang cukup aman. Setidaknya untuk beberapa hari ke depan. Di kejauhan raungan sirene polisi semakin jelas terdengar. Tidak beberapa lama lagi, helikopter polisi sepertinya akan menyusur hutan.

W. segera mematahkan beberapa ranting besar pohon. W. membuat tenda teepee di dekat sebuah pohon besar. Cabang-cabang daunnya ia gunakan sebagai atap. Setidaknya ini bisa membuat W. dan Abah tersamar dari lampu sorot helikopter polisi dari atas. Dan di pagi nanti ia tahu ia harus segera kembali ke mobilnya. Semoga ia bisa kembali ke kota dan mencari jalan ke kota lain. Bukan kota yang akan ia tuju sekarang. Karena ia tahu polisi sudah akan berjaga disana. Mungkin juga bisa tinggal beberapa hari di dalam kota. Di rumah Niko.

Selesai membangun teepee, Abah yang dari tadi disandarkan di pohon besar segera ia sandarkan di dalam teepee. Ia suapi Abah dengan air yang sudah ia beli tadi. Berharap Abah bisa siuman.

"Abah... Abah?" W. mencoba membuat Abah sadar.

"Ya nak... dimana ini nak?" Abah membuka matanya. Ia memegang kedua kepalanya yang masih peniing. Pandangannya masih kosong. Mencoba menatap W. dalam remang cahaya bulan dalam hutan.

"Ini di dalam hutan Abah. Polisi sudah melacak kita. Mereka mungkin sedang melacak kita saat ini. Setidaknya kita sementara aman di dalam sini Abah"

"Ahh.. kita bakal aman di dalam sini nak. Orang-orang yang kita beri karma tadi setidaknya sudah membusuk semua. Abah sudah senang. Kalaupun polisi menangkap kita. Abah sudah puas. Kamu nak, sudah menjadi anak yang benar-benar berbakti" Abah tersenyum dalam sakit yang ia rasa di kepalanya.

"Tapi Abah, polisi sudah berada di gubug kita. Mungkin juga sudah tahu ruang Kesempurnaan. Bagaimana jika Mariam belum mati?"

Abah memicingkan matanya. Lalu menatap ke atap tenda teepee daun ciptaan W. ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun