Mendengarnya saya langsung menangis dalam hati dan berjanji untuk tidak melakukan demikian.Â
Saya sendiri ber-prinsip kalau bapak dan ibu saja tahan dengan tingkah laku saya dari bayi, maka saya pun harus berbuat demikian.
Masa tua mereka nanti memang pasti akan merepotkan, tetapi jujur saja saya lebih memilih tidak menikah dibandingkan menaruh ibu dan bapak di panti jompo.
Apakah saya mampu "menafkahi" keluarga?
Bicara nafkah, bicara juga kesejahteraan.
Seperti sebelumnya disampaikan, ketika kakak menikah, otomatis peran besar "menafkahi" bapak dan ibu ada di saya sebagai si bungsu dan sisanya ibu yang masih bekerja.
Namun, ada saatnya nanti ibu melepas peran karena terbatas usia. Diperkirakan 5-7 tahun lagi, ibu akan pensiun. Ketika pensiun, otomatis kebutuhan mereka dipenuhi oleh anak-anaknya.
Untungnya, usia kakak dan saya hanya berjarak tiga tahun sehingga kakak bisa fokus menafkahi keluarga barunya.
Kakak menikah membuat saya gelisah dan berpikir
"Apakah karir saya cukup untuk kesejahteraan keluarga?"
"Apakah karir saya cukup untuk setidaknya membayar kebutuhan di rumah?"
Cukup atau tidak memang relatif dan bisa diatur, tapi namanya seorang anak pasti ingin memberikan kebahagiaan maksimal, bukan? Setidaknya kesejahteraan mereka bisa "status quo" dan tidak berkurang sekalipun dari sebelumnya.