Keadaan inilah yang membuat saya bertanya-tanya sambil gelisah akan beberapa hal:
Kapan saya akan menikah?
Sejujurnya saya sama sekali belum kepikiran untuk menikah meskipun sudah berumur 23 tahun. Namun, setelah pernikahan kakak kemarin mulai banyak yang "kepo" akan masa lajang saya.
Pertanyaan-pertanyaan mulai dari
"Yuda mana pasangannya?"
"Yuda kapan nyusul?"
tidak bisa terelakkan lagi dari mulut.
Ketika pertanyaan tersebut keluar, jawaban saya cuman satu dan seperti template yang dipakai berulang-ulang, yaitu
"Nanti, tunggu kaya dulu"
Jawaban itu hanyalah template supaya tidak berlanjut ke pertanyaan yang lebih dalam, padahal saya tidak tahu kapan saya akan menikah atau apakah saya akan menikah.
Pertimbangan terberat saya untuk memutuskan untuk menikah atau tidak adalah bapak dan ibu. Sulit rasanya untuk meninggalkan mereka berdua di dalam satu rumah.Â
Rasa sulitnya tidak muluk-muluk, bahkan hanya se-simpel:Â
"Ketika mereka lagi gaptek (gagap teknologi) siapa yang akan sigap langsung mengajarkannya?"
Memang bisa diajarkan lewat telpon atau video call, tapi namanya orangtua pasti akan lebih paham jika diajarkan secara langsung.Â
Apalagi akhir-akhir ini saya menjadi asisten ibu untuk mempersiapkan pembelajaran daring, asisten bapak untuk rapat online gereja, dan juga untuk misa online.
Ditambah saat fenomena panti jompo kemarin sedang viral, ibu berkata demikian:
"Nanti ibu sama bapak udah berukur gapapa ditaruh di panti jompo saja"