Kompetensi Guru Pembimbing Khusus Bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusif TK Terpadu Kota Pontianak
Gina Melinda Jaya, Dr. Wiwik Dwi Hastuti, Dr. Ranti Novianti, M.Pd.
Â
Universitas Negeri Malang -- Jl. Jl. Semarang No.5, Sumbersari, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65145
Universitas Negeri Malang -- Jl. Jl. Semarang No.5, Sumbersari, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65145
Universitas Negeri Malang -- Jl. Jl. Semarang No.5, Sumbersari, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65145
E-mail : ginajaya059@gmail.com 089514697219
Abstrak
Sampai saat ini masih banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, di Indonesia, terutama di daerah Kalimantan Barat akses Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus masihlah tergolong sedikit. Oleh karena itu muncullah sekolah inklusif. Sekolah Inklusif merupakan sekolah yang memiliki layanan Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus agar bisa menempuh Pendidikan sama dengan anak umum atau reguler lainnya. Dengan adanya sekolah inklusif maka membuka peluang bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk bisa menempuh Pendidikan yang sama dengan anak umum lainnya dan mereka juga bisa saling bersosialisasi. Salah satu penunjang agar sekolah inklusif bisa berjalan dengan baik adalah adanya GPK (guru pembimbing khusus). Guru Pendamping Khusus tersebutlah yang akan bertanggung jawab atas peserta didik yang berkebutuhan khusus.Â
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kompetensi profesional guru sekolah inklusif dalam menangani anak berkebutuhan khusus melalui pembelajaran dikelas reguler. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan. Subjek penelitian ini adalah 14 guru reguler dan 4 guru pembimbing khusus di TK Terpadu Kota Pontianak. Teknik pengumpulan data melalui  pengamatan serta, wawancara mendalam, dan analisis dokumen. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif..
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekolah inklusif memang harus memiliki Guru Pendamping Khusus yang kompeten agar bisa membentuk karakter Peserta Didik Berkebutuhan Khusus dan harus membekali Guru Pendamping Khusus dengan keterampilan professional terkait.
Kata kunci: PDBK(Peserta Didik Berkebutuhan Khusus; kompetensi guru; sekolah inklusi
Â
Abstract
Until now there are still many children with special needs who experience discrimination in everyday life. In addition, in Indonesia, especially in the area of West Kalimantan, access to education for children with special needs is still relatively small. Because of that, inclusive schools emerged. Inclusive Schools are schools that have educational services for children with special needs so they can pursue the same education as other regular or regular children. With an inclusive school, it opens opportunities for children with special needs to be able to pursue the same education as other common children and they can also socialize with each other. One of the supports so that inclusive schools can run well is the GPK (special guidance teacher). It is the Special Companion Teacher who will be responsible for students with special needs.
This study aims to determine the professional competence of inclusive school teachers in dealing with children with special needs through regular classroom learning. This type of research is action research. The subjects of this study were 14 regular teachers and 4 special supervising teachers in Pontianak City Integrated Kindergarten. Data collection techniques through observation as well as, in-depth interviews, and document analysis. Data analysis was carried out by descriptive analysis.
The results of the study show that inclusive schools must indeed have Special Assistance Teachers who are competent in order to shape the character of Students with Special Needs and must equip Special Assistance Teachers with related professional skills.
Keywords:PDBK (Students with Special Needs); teacher competence; inclusive school
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Guna mewujudkan tujuan tersebut negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk bagi individu yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1). Namun sayangnya sistem Pendidikan di Indonesia        belum mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh siswa. Segmentasi lembaga pendidikan ini telah menghambat siswa untuk dapat belajar menghormati realitas keberagaman dalam masyarakat Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan masa depan generasi masa kini. Dengan adanya Pendidikan, maka masa depan generasi masa kini bisa menjadi lebih baik. Untuk menjadikan generasi masa kini agar bisa menjadi pribadi yang baik merupakan tugas seorang pendidik. Seorang pendidik atau guru inilah yang nantinya akan memberikan ilmu, wawasan, informasi yang dibutuhkan oleh peserta didik. Bahkan meskipun saat ini jaman sudah semakin canggih, semua informasi bisa ditemukan di dalam google, tetapi sosok seorang guru tidak akan bisa tergantikan. Oleh karena itu, untuk menyeimbangkan dengan kemajuan zaman dan teknologi, maka setiap guru harus meningkatkan kompetensinya.
Sekolah inklusif adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan bagi semua peserta didik pada sekolah yang sama (sekolah reguler) tanpa diskriminasi dengan berbagai modifikasi dan/atau penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran, serta sistem penilaiannya. Sejalan dengan kecenderungan tuntutan perkembangan dunia tentang pendidikan inklusif, Indonesia pada tahun 2004 telah memulai untuk mengembangan layanan pendidikan inklusi. Terdapat landasan filosofis, landasan yuridis, landasan empiris dan landasan pedagogis dalam pendidikan inklusi. Serta dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi menganut prinsip pemerataan dan peningkatan mutu, prinsip keberagaman, prinsip kebermaknaan, prinsip keberlanjutan dan prinsip keterlibatan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 70 tahun 2009 dalam Kustawan dan Hermawan (2013: 149) tentang Pendidikan Inklusif yang menyatakan bahwa Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. pendidikan inklusif pada hakikatnya sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan pendidikan untuk semua anak dengan fokus pada mereka yang rentan terhadap marjinalisasi. Pendidikan inklusif diharapkan pendidikan bagi semua anak dapat terlaksana bukan hanya sebagai slogan tetapi dengan sungguh-sungguh mampu mengakomodasi kebutuhan pendidikan seluruh anak tanpa terkecuali.
Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif perlu didukung oleh tenaga pendidik keahlian khusus dalam proses pembelajaran dan pembinaan anak-anak berkebutuhan khusus secara umum. Salah satu tenaga khusus yang diperlukan adalah Guru Pembimbing Khusus (GPK). Guru pembimbing khusus adalah guru yang mempunyai latar belakang pendidikan khusus/Pendidikan luar biasa atau yang pernah mendapat pelatihan tentang pendidikan khusus/luar biasa, yang ditugaskan di sekolah inklusif (Depdiknas. 2007). Kompetensi guru pembimbing khusus terdiri dari kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial, serta khusus. Kompetensi khusus meliputi: (1) keinklusian; (2) manajerial; (3) keadministrasian; (4) kompensatoris; (5) asesmen dan IP; (6) teraputi (Hari, 2015, dalam Yusuf, 2015).
Berkaitan dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh guru pembimbing khusus di atas, terdapat beberapa tugas yang harus dilaksanakan oleh guru pembimbing khusus, yaitu: (1) Menyusun instrumen asesmen pendidikan bersama-sama dengan guru kelas dan guru mata pelajaran, (2) Membangun sistem koordinasi antara guru, pihak sekolah dan orang tua peserta didik, (3) Melaksanakan pendampingan ABK pada kegiatan pembelajaran bersama-sama dengan guru kelas/guru mata pelajaran/guru bidang studi, (4) Memberikan bantuan layanan khusus bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas umum, berupa remidi ataupun pengayaan, (5) Memberikan bimbingan secara berkesinambungan dan membuat catatan khusus kepada anak-anak berkebutuhan khusus selama mengikuti kegiatan pembelajaran, yang dapat dipahami jika terjadi pergantian guru, (6) Memberikan bantuan (berbagi pengalaman) pada guru kelas dan/atau guru mata pelajaran agar mereka dapat memberikan pelayanan pendidikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus (Depdiknas. 2007).
Indriawati (2013: 50) mengemukakan bahwa "guru pembimbing khusus (GPK) adalah guru yang bertugas mendampingi di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dan memiliki kompetensi dalam menangani siswa berkebutuhan khusus". Hal yang senada, dalam web Plaza Info PLB dikemukakan bahwa "guru Pembimbing Khusus atau GPK adalah guru yang bertugas sebagai konsultan pembelajaran anak berkebutuhan khusus di lingkungan lembaga pendidikan inklusif. GPK menjadi penghubung antara orang tua dengan guru kelas baik dalam pembuatan rancangan, pelaksanaan, maupun evaluasi dari program layanan pendidikan". Kompetensi guru pembimbing khusus (GPK) adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru pembimbing khusus (GPK) sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam menangani siswa berkebutuhan khusus di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
Pedoman Khusus Penyelenggara Inklusi tahun 2007 menjelaskan tugas GPK antara lain adalah (1) Menyusun instrumen asesmen pendidikan bersamasama dengan guru kelas dan guru mata pelajaran, (2) Membangun system koordinasi antara guru, pihak sekolah dan orang tua peserta didik, (3) Melaksanakan pendampingan ABK pada kegiatan pembelajaran bersama-sama dengan guru kelas/guru mata pelajaran/guru bidang studi, (4) Memberikan bantuan layanan khusus bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas umum, berupa remidi ataupun pengayaan, (5) Memberikan bimbingan secara berkesinambungan dan membuat catatan khusus kepada anak-anak berkebutuhan khusus selama mengikuti kegiatan pembelajaran, yang dapat dipahami jika terjadi pergantian guru, (6) Memberikan bantuan (berbagi pengalaman) pada guru kelas dan/atau guru mata pelajaran agar mereka dapat memberikan pelayanan pendidikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus.
Pendidikan inklusi menempatkan guru sebagai aktor utama yang paling menentukan situasi kelas. Guru diharapkan dapat mampu menerima, adaptasi serta mengembangkan strategi yang relevan dengan kondisi maupun kebutuhan siswa dalam belajar. Program ini berupaya fasilitasi kebutuhan guru dalam mendampingi siswa ABK tanpa mengorbankan siswa lainnya dengan kajian permasalahan terkait dengan individual diversity di dalam kelas. Melalui program ini diharapkan penanganan ABK dapat diwujudkan dalam berbagai alternatif fleksibilitas maupun modifikasi pembelajaran disertai dengan langkah-langkah Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat penerapan yang jelas. Selain itu, pendidikan yang berkualitas yang dapat tercermin dari pemberian program yang menjangkau semua anak supaya mereka dapat berkembang secara intelektual dan sosial secara maksimal, dan bukan pemberian program yang sama untuk semua anak (Dewi, 2016). Melalui pembelajaran ABK di kelas inklusif diharapkan salah satu keberagaman siswa di kelas dapat terjangkau.
Semakin berkembangnya zaman, maka sekolah inklusif pun masih dikenal juga. Sudah banyak TK, SD, dan SMP di Pontianak yang sudah memiliki title sebagai sekolah inklusif, begitupun dengan TK yang menjadi subjek penelitian ini, yaitu TK Terpadu. Penunjang sekolah tersebut menjadi sekolah inklusif tentunya harus memiliki guru yang memiliki kompetensi dalam menangani anak berkebutuhan khusus, dalam hal ini mereka disebut GPK (Guru Pembimbing Khusus). GPK di TK Terpadu Kota Pontianak ini dipilih langsung oleh Kepala Sekolah sebanyak 4 orang lalu selanjutnya mereka diserahkan ke Autis Center Kota Pontianak untuk mendapatakan pelatihan secara langsung tentang bagaiaman cara mengajar dan menghadapi anak berkebutuhan khusus.
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian dekskriptif kualitatif. Pendekatan ini dipilih karena berkenaan dengan mengungkapkan kejadian secara mendalam dan terfokus pada kejadian yang ditemukan secara alami. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sugiono (2016:15) penelitian kualitatif adalah meneliti suatu kondisi obyek yang alamiah dimana peneliti sebagai instrumen. Dalam penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskripsi self-report. Menurut Sukardi (2016:159) rancangan penelitian dengan bentuk laporan sendiri (self-report) merupakan rancangan penelitian yang informasinya dikumpulkan langsung oleh peneliti. Lokasi penelitian ini adalah pada TK Terpadu Pontianak yang beralamatkan di Jalan Tabrani Ahmad, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Observasi yang diterapkan adalah observasi terbuka. Observasi dilaksanakan di lingkungan sekolah inklusif yang dituju baik di dalam kelas maupun di luar di luar kelas. Kelas yang menjadi sasaran dalam sekolah tersebut adalah kelas yang terdapat anak berkebutuhan khusus. Kegiatan observasi berlangsung pada saat proses belajar mengajar, dengan melihat bagaimana peran guru pembimbing khusus dalam melayani anak berkebutuhan khusus dan aktivitas anak di luar kelas seperti pada saat beristirahat atau bermain dengan teman-temannya (kegiatan sosialisasi), mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, dan lain-lain. Melihat sejauh mana guru pembimbing khusus melaksanakan program yang telah direncanakan serta problematika yang dihadapi pada saat memberikan pelayanan pada anak berkebutuhan khusus. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur adalah teknik wawancara dimana peneliti bertatap muka dengan responden dengan menggunakan pedoman yang telah dipersiapkan sebelumnya (Sukardi, 2014:80). Wawancara digunakan untuk memperoleh data terkait perencanaan guru pembimbing khusus dalam membimbing anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif, pelaksanaan program yang telah disusun oleh guru pembimbing khusus, hambatan yang dialami oleh guru pembimbing khusus dalam memberikan layanan pada anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif serta solusi guru pembimbing khusus dalam menghadapi problematika pelayanan di sekolah inklusif. Responden dalam wawancara meliputi kepala sekolah, guru pembimbing khusus Dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan informasi baru, memperjelas dan memperkuat informasi yang telah diperoleh melalui observasi dan wawancara. Data yang ditelusuri dalam dokumentasi adalah data kepala sekolah, guru pembimbing khusus, perencanaan program pembelajaran atau penanganan bagi anak berkebutuhan khusus, data perkembangan anak berkebutuhan khusus sebelum dan selama belajar di sekolah tersebut. Data penelitian yang telah didapat melalui observasi, wawancara dan dokumentasi dianalisis dengan menggunakan model analisis Miles, Huberman, & Saldana (2014:30-32) yaitu kondensasi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Hasil yang didapatkan ialah berupa rangkuman jawaban dari pertanyaan yang telah diberikan.
Jumlah GPK yang terdapat di TK Terpadu Kota Pontianak adalah 4 orang yang dipilih secara langsung oleh Kepala Sekolah. Selanjutnya mereka secara rutin mengikuti pertemuan dan juga pelatihan yang dilaksanakan oleh Autis Center. Mereka juga menghadapi secara langsung anak yang berkebutuhan khusus selama pelatihan tersebut.
Jumlah peserta didik berkebutuhan khusus di TK Terpadu adalah 8 orang, dengan ketunaan autis dan speak delay. Peserta didik berkebutuhan khusus tersebut tidak diletakkan dalam 1 kelas, melainkan dipisahkan, agar bisa beradaptasi dan berkomunikasi dengan baik dengan yang lain. Maksimal satu kelas memiliki 2 peserta didik dengan berkebutuhan khusus.
Pembahasan
Sistem pengajaran yang diberikan sama dengan anak pada umumnya, hanya saja capaiannya yang berbeda. Jika pada anak umum waktu yang diberikan 30 menit, maka PDBK diberikan waktu 40-45 menit. PDBK juga memiliki PBS dan PPI yang telah dirancang untuk membantu proses pembelajaran dan perkembangan mereka dalam sehari-hari.
Dalam mengikuti kegiatan di luar sekolah, seperti kunjungan edukasi, tidak ada pengecualian. Semua peserta didik, terutama yang berkebutuhan khusus juga harus mengikuti kegiatan tersebut.
PEMBAHASAN
Guru sebagai salah satu komponen dalam sistem pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan siswa, memiliki peranan penting dalam menentukan arah dan tujuan dari suatu proses pembelajaran. Oleh karena itu, seorang guru dituntut menguasai sejumlah kemampuan dan ketrampilan yang berkaitan dengan proses pembelajaran, antara lain kemampuan menguasai bahan ajar, kemampuan dalam mengelola kelas, kemampuan dalam menggunakan metode, media, dan sumber belajar dan kemampuan untuk melakukan penilaian, baik proses maupun hasil.
GPK bertanggung jawab terhadap peserta didik berkebutuhan khusus. Oleh karena guru di sekolah umum, terutama di TK Terpadu Kota Pontianak merupakan lulusan Pendidikan umum, bukan Pendidikan khusus. Maka diperlukannya pelatihan bagi GPK agar mereka bisa menghadapi peserta didik berkebutuhan khusus tersebut. Pelatihan yang diikuti diadakan secara rutin oleh Autis Center kota Pontianak. Dengan adanya pelatihan tersebut, maka bisa menjadi bekal bagi GPK ketika mengajar atau menghadapi anak berkebutuhan khusus.
Dari pihak Autis Center sendiri telah memberikan PBS dan PPI dari masing-masing peserta didik berkebutuhan khusus tersebut, sehingga bisa diaplikasikan pada proses pembelajaran di kelas. Hanya saja 1 kendala yang dirasakan oleh guru ini, yaitu dalam hal suara. Karena anak berkebutuhan khusus ini memang harus lebih ekstra agar mereka bisa paham, sedangkan rata-rata di kelas tersebut adalah anak umum, jadi ketika suara membesar, maka anak-anak yang umum menjadi takut atau tidak nyaman.
Rata-rata peserta didik berkebutuhan khusus yang masuk ke TK Terpadu Kota Pontianak tersebut merupakan rekomendasi dari Autis Center yang memang terletak di sebelah TK Terpadu Kota Pontianak tersebut.
Sistem penerimaan peserta didik, terutama inklusif ini pun sudah lebih ketat lagi. Mereka akan mengadakan wawancara bersama orang tau dan observasi terhadap peserta didik tersebut. Sehingga bisa tahu sejauh mana kemampuan anak tersebut. Karena jika sudah terlalu berat, agak sulit untuk membimbingnya.
Sistem pengajarannya sama dengan anak umum lainnya. Hanya saja PDBK memiliki PBS dan PPI untuk proses belajar mengajar mereka. Ketika sekolah mengadakan kegiatan luar pun PDBK tetap sama mengikuti, hanya saja harus sambil didampingi oleh orang tua masing-masing.
KESIMPULAN
Sekolah Inklusif merupakan sistem Pendidikan yang sangat bagus, yang bisa membuat anak berkebutuhan khusus berbaur bersama dengan anak umum lainnya. Tetapi untuk proses pembelajarannya tentu tidak bisa disamakan, sehingga guru memang harus lebih fokus pada anak berkebutuhan khusus tersebut.
Perlu guru yang benar-benar memiliki kompetensi yang sesuai untuk mengajar anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif tersebut. Tidak hanya pelatihan secara teori, melainkan mendapatkan pelatihan yang secara langsung menangani anak berkebutuhan khusus.
DAFTAR RUJUKAN
Akbar, Husaini Usman dan Purnomo Setiady. (2009). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi: Bumi Aksara.
Indriawati, Prita. 2013. Implementasi Kebijakan Tugas Guru Pembimbing Khusus pada Pendidikan Inklusif di SD Negeri se-Kecamatan Junrejo Batu. Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan, 1 (1), hlm. 49-55
Ediyanto, E., Sunandar, A., Hastuti, W. D., & Ramadhani, R. S. (2021). Landasan dan Konsep Pendidikan Inklusi: Program Peningkatan Kompetensi Guru Sekolah Inklusi. Yayasan Pusat Pendidikan Angstrom, 1(1 SE-Educational Book), 1--55. Retrieved from https://educationcenter.id/ace-press/index.php/ojs/article/view/6
Indrianto, N., & Rochma, I. N. (2020). Kolaborasi Antar Guru Dalam Pelaksanaan Pembelajaran di Sekolah Dasar Islam Inklusi Teacher Collaboration in Implementing The Learning Process At Inclusive Islamic Elementary. 7(2), 165--175.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H