"Ini bukan solusi, Amanda. Kalau memang ada yang salah dalam rumah tangga kita, ya bicarakan dulu, dong."
"Apa yang terjadi di klub malam itu belum cukup kuat ya untuk membuat kamu sadar? Kamu pikir aku nggak tahu bahwa berkali-kali kamu datang ke sana menemui perempuan itu."
Reno menarik napas panjang. Ia bangkit dari kursi mulai kehilangan konsentrasi. Langkah kakinya bolak-balik tak menentu sambil memikirkan bagaimana cara menjelaskan ke Amanda soal situasi yang rumit ini.
"Udah berapa lama selingkuh sama dia? Udah ngapain aja? Dia tahu nggak kamu punya istri?" Pertanyaan bertubi-tubi itu menjadi peluru yang membuat Reno tersudut.
"Di-di mana Hanafi?" tanya Reno balik tanpa menjawab pertanyaan sebelumnya, yang kemudian dijawab Amanda bahwa anak laki-lakinya itu sedang berada di rumah saudaranya yang tak jauh dari sini.
Saat mengetahui bahwa hanya ada mereka berdua di rumah ini, Reno setengah berlari naik ke lantai dua menuju kamar. Amanda mengikuti dari belakang sampai melihat suaminya teriak di depan cermin, lalu mengarahkan telapak tangan yang telah digenggam keras ke sana.
Cermin pecah, meninggalkan luka dan darah segar yang mengalir dari tangan. Tentu Amanda panik. Perempuan itu segera mengambil handuk dari lemari dan beberapa peralatan P3K. Mereka saling tatap kemudian. Di sana ada kesedihan mendalam dari mata Reno yang belum pernah dirasakan Amanda sebelumnya.
"Kenapa aku nggak pernah cukup di mata kamu?" tanya Reno sekali lagi sambil meneteskan air mata.
***
Reno jatuh cinta pada Amanda, benar-benar cinta meski ia tahu bahwa perempuan itu ialah seorang janda dengan satu anak laki-laki. Maka dengan upayanya yang keras meminta restu dari orang tua, juga orang tua Amanda, keduanya melangsungkan pernikahan ketika Hanafi, anak Amanda, berusia 3 tahun.