Di klub malam itu Reno duduk bersama seorang perempuan muda, mungkin usianya terpaut sekitar 5 tahunan. Keduanya terlibat dalam percakapan sederhana hangat, memberi tanda kuat bahwa bukan kali ini saja mereka telah bertemu.
Gelas masing-masing yang terisi bir perlahan mulai berkurang volumenya. Namun percayalah, mereka tidak mabuk dan masih dalam keadaan sadar.
Maka saat kedua bibir itu bertemu dalam hitungan detik yang singkat, Reno tahu bahwa dirinya mulai melewati batas. Perempuan muda itu sempat salah tingkah menerima ciuman pertama antar keduanya. Selanjutnya mereka tertawa, seakan ciuman itu tak terjadi dan tak perlu lagi dibahas.
Tak jauh dari sana ada perempuan berusia kepala tiga menatap Reno dengan tatapan tak menyenangkan. Ternyata dugaannya benar bahwa suaminya telah bermain api di belakangnya. Empat tahun usia pernikahan mereka rasanya menjadi tak berarti saat ia tahu fakta pahit ini.
"Aku bilang juga apa, nggak ada alasan lagi untuk kamu mempertahankan rumah tangga ini," kata seorang laki-laki yang ada di sampingnya sejak awal datang ke sini.
***
Matahari sempurna tenggelam di ufuk Barat. Tak ada lagi kilau senja yang biasa menghangatkan perasaan Amanda ketika menunggu suaminya pulang. Masa-masa awal pernikahan yang begitu manis sempat lewat beberapa saat dalam pikirannya, tapi realita yang tak seindah dulu itu bergerak cepat menyadarkan.
Reno akhirnya datang dengan kemeja yang sedikit berantakan, mungkin karena kelelahan bekerja di kantor. Sang istri sudah menunggunya di ruang tamu dengan tatapan tak menyenangkan. Reno mulai mengerti bahwa ada hal yang tak beres terjadi dalam rumah tangga mereka.
Amplop coklat ukuran A4 yang ada di tengah meja membuatnya penasaran. Reno meraihnya sebelum melakukan transaksi kata-kata dengan sang istri, lalu beberapa lembar kertas HVS itu jadi sesuatu yang cukup mengagetkan.
"Aku mengajukan permohonan perceraian. Itu beberapa dokumen yang harus kamu baca dan tandatangani," kata Amanda saat Reno duduk di dekatnya meski mata itu masih fokus pada lembaran kertas tadi.
"Ini bukan solusi, Amanda. Kalau memang ada yang salah dalam rumah tangga kita, ya bicarakan dulu, dong."
"Apa yang terjadi di klub malam itu belum cukup kuat ya untuk membuat kamu sadar? Kamu pikir aku nggak tahu bahwa berkali-kali kamu datang ke sana menemui perempuan itu."
Reno menarik napas panjang. Ia bangkit dari kursi mulai kehilangan konsentrasi. Langkah kakinya bolak-balik tak menentu sambil memikirkan bagaimana cara menjelaskan ke Amanda soal situasi yang rumit ini.
"Udah berapa lama selingkuh sama dia? Udah ngapain aja? Dia tahu nggak kamu punya istri?" Pertanyaan bertubi-tubi itu menjadi peluru yang membuat Reno tersudut.
"Di-di mana Hanafi?" tanya Reno balik tanpa menjawab pertanyaan sebelumnya, yang kemudian dijawab Amanda bahwa anak laki-lakinya itu sedang berada di rumah saudaranya yang tak jauh dari sini.
Saat mengetahui bahwa hanya ada mereka berdua di rumah ini, Reno setengah berlari naik ke lantai dua menuju kamar. Amanda mengikuti dari belakang sampai melihat suaminya teriak di depan cermin, lalu mengarahkan telapak tangan yang telah digenggam keras ke sana.
Cermin pecah, meninggalkan luka dan darah segar yang mengalir dari tangan. Tentu Amanda panik. Perempuan itu segera mengambil handuk dari lemari dan beberapa peralatan P3K. Mereka saling tatap kemudian. Di sana ada kesedihan mendalam dari mata Reno yang belum pernah dirasakan Amanda sebelumnya.
"Kenapa aku nggak pernah cukup di mata kamu?" tanya Reno sekali lagi sambil meneteskan air mata.
***
Reno jatuh cinta pada Amanda, benar-benar cinta meski ia tahu bahwa perempuan itu ialah seorang janda dengan satu anak laki-laki. Maka dengan upayanya yang keras meminta restu dari orang tua, juga orang tua Amanda, keduanya melangsungkan pernikahan ketika Hanafi, anak Amanda, berusia 3 tahun.
Pernikahan keduanya layaknya cerita bahagia di film-film. Manis meski tak berlebihan, juga dibumbui konflik ringan yang tak membuat keduanya goyah.
Sampai satu ketika Reno mulai merasakan kehangatan hubungan itu perlahan memudar. Amanda sering kali berbeda argumen yang membuat Reno terpaksa mengalah, berkali-kali. Entah apa definisi yang tepat untuk menggambarkan situasi ini, tapi yang jelas ia kehilangan cinta yang selama ini diberi oleh Amanda. Namun hal yang tak berubah adalah bahwa Reno tak pernah mengurangi rasa cintanya, apapun kondisinya.
Dua tahun, tiga tahun, pernikahan mereka semakin hambar. Sampai akhirnya Reno menemukan bukti kuat bahwa istrinya telah selingkuh dengan teman sekolahnya dulu.
"Yang mendua itu kamu, sayang, bukan saya." Reno menjelaskan perselingkuhan Amanda dengan kronologi yang detail meski rasa sakit di tangannya itu belum hilang.
Amanda terkejut bukan main, tak menyangka bahwa rahasia yang selama ini dipendamnya dalam-dalam bisa semudah itu tercium oleh suaminya sendiri.
"Kamu pikir lulusan S2 seperti aku akan mudah ditipu oleh kamu yang bahkan kuliah diplomanya saja tidak beres?" Reno bangkit, menggenggam tangannya yang berbalut handuk sembari menatap Amanda dengan tajam.
Tak ada lagi pria baik hati malam ini yang selalu mengalah selama bertahun-tahun ke belakang. Kali ini ialah seorang Reno yang seharusnya sedari dulu melabrak orang yang paling disayangnya itu karena ketahuan selingkuh.
"Reno... dengar aku dulu. Aku bisa jelaskan kalau..."
"Ssstt..." Reno menedekat, memberi sinyal untuk Amanda agar tak perlu repot memberi klarifikasi.
Sekali lagi ia memegang kendali, sejenak menjelajah nostalgia menemukan keping memori yang sebenarnya cukup pahit untuk diingat. Tentang ia yang mencoba mencari tahu siapa selingkuhannya, lalu mencari dengan seksama kelebihan apa saja yang dimiliki pria itu.
Lihat, ternyata pria itu bertubuh lebih atletis darinya. Maka Reno sering datang ke gym untuk membentuk badannya agar bisa lebih menarik perhatian Amanda. Selanjutnya ia pun menemukan sesuatu lain yang tak ada pada dirinya. Semakin lama Reno justru berambisi menjadi orang lain. Dan ia tahu, ini sudah tak baik.
Kini Reno melangkah pelan menuju lantai dasar dengan terus menyudutkan Amanda. Perempuan itu sekarang semakin tak berkutik layaknya seorang anak yang kehilangan induk.
"Dan aku nggak sebodoh itu Amanda untuk membongkar kebusukan kamu yang membayar perempuan di bar itu menggoda aku. Oh, bukan kebusukanmu, maaf, tapi kebusukan kalian. Aku tahu dua minggu ini kamu bersama selingkuhanmu diam-diam mengawasiku di sana."
Reno mengambil amplop coklat tadi di meja dan melihat kembali surat permohonan perceraian itu dengan tangan kirinya.
"Dulu aku berpikir, salah aku apa ya sampai kamu mendua? Sekarang aku sadar bahwa sejak awal yang salah adalah kamu. Dan soal permohonan perceraian ini, aku terima. Secepatnya akan aku urus ke pengadilan."
Amanda tak bisa melakukan gerak apapun selain meneteskan air dari kedua matanya. Ternyata rencana yang ia bangun untuk lepas dari Reno dan hidup bersama kekasihnya justru menjadi serangan balik yang memanah dada hingga perasaannya.
"Satu lagi, Amanda. Harta gono-gini kita hanya ada untuk Hanafi, sekalipun dia bukan anak kandungku. Bukan untukmu, terlebih untuk laki-laki brengsek itu."
***
Bukan Sekadar Mendua - Selesai
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI