2015
Kala itu sebuah grup kecil berisikan 5 orang ini mendapat kabar bersamaan tentang kelulusan mereka. Semua bersorak di rumah Lia, perempuan paling pintar yang selalu dapat peringkat 3 besar di kelas. Petra dan Hera berpelukan sesaat, kemudian jadi canggung setelah ingat bahwa keduanya masih bersama teman-teman. Sementara itu Benjamin dan Arkan nampak terharu akhirnya bisa lulus meski dengan nilai yang pas-pasan.
"Sebelum pisah karena kuliah di kampus yang beda, gimana kalau kita main ke Puncak?"
Saran Hera diterima baik oleh keempat yang lain. Mereka berlibur, menghabiskan waktu demi waktu terakhir sebagai siswa yang sebentar lagi melepas seragam putih abu.
Di hening malam taman vila tempat mereka menginap, yang ditemani oleh api unggun hangat dan petikan akustik gitar Benjamin, kelimanya saling merangkul satu sama lain seakan ingin mengalahkan dingin dengan kehangatan mereka.
"Janji, kita harus kumpul lengkap setiap dua tahun sekali," kata Hera.
"Di taman sekolah. Semua harus hadir." Arkan melanjutkan.
Ini sebuah awal untuk cerita mereka, yang menuntun persahabatan ini pada ujian sesungguhnya menuju gerbang dewasa. Bukan lagi remaja.
***
2019
Dua tahun lalu semua masih bisa berkumpul dengan formasi lengkap. Di tahun ini, Benjamin absen. Jarak menjadi alasan utama karena ia kuliah di Yogyakarta, bukan di Jakarta, tempat almamater mereka dulu. Ditambah lagi ia sedang sibuk menyusun skripsi, jadi semua bisa maklum kalau anak yang dulu sering bolos itu tak bisa datang di kesempatan ini.
"Kalian masih pacaran nggak, sih?" tanya Arkan ke Petra dan Hera yang sedang asyik makan seblak di taman belakang sekolah.