"Kamu cepet nyusul, ya," kata Natra dengan tersenyum tipis.
Melihat Mila menuju toilet sempat membuat khayal gila pada pikiran Natra. Ia membayangkan jika pasangan yang di sampingnya hari ini adalah sahabatnya itu. Mungkin semua akan lebih baik karena keduanya sudah mengenal satu sama lain.
Tapi yang namanya khayal tetap saja jadi khayal. Bukan untuk jadi realita.
Di sudut sana, Mila masuk ke kamar mandi untuk melampiaskan perasaannya. Di balik salah satu toilet, ia menangis tanpa suara dengan air mata yang secara halus mulai melunturkan make up-nya.Â
Ada penyesalan kenapa ia tak berani mengungkapkan perasaan bahwa kebahagian Natra justru jadi tombak yang menghancurkan pertahanannya. Ia ingin mengatakan bahwa hanya Natra satu-satunya jawaban kenapa ia masih sendiri. Mila ingin hubungan lebih yang bukan hanya sekadar teman.
Tapi semuanya terlambat. Tak ada lagi celah untuk kembali.
***
"Oh ya, ada satu hal yang harus kamu tahu. Aku mau nembak Yura hari ini."
Mila tahu bahwa sahabatnya ini telah cukup lama mengincar mahasiswi Fakultas Ekonomi itu. Tapi ia tak menyangka akan secepat itu Natra mengungkapkan perasaan.
Ia membayangkan yang terjadi selanjutnya. Natra akan jadi kekasih Yura, bertahun-tahun menjalin hubungan, lalu pada satu titik melangkah ke jenjang yang lebih serius. Itu tidak boleh terjadi.
Bukannya laki-laki itu tak boleh bahagia, tapi ia juga tak ingin menyesal karena tak sempat mengungkapkan perasaan. Entah sejak kapan, sebenarnya Mila diam-diam memiliki perasaan pada Natra.