Tentunya akan ada banyak yang dikorbankan. Entah itu waktu, atau justru sebuah perasaan terpendam yang belum terungkap.
Sementara itu di Fakultas Ekonomi, Natra menemui Yura dengan penuh persiapan. Ia mengungkapkan perasaannya pada gadis itu yang diterima dengan sangat baik. Keduanya resmi menjadi sepasang kekasih, meninggalkan Mila yang sudah dua tahun ini masih betah sendiri.
Dalam hatinya, Natra bertanya apakah Mila akan jadi pelindungnya pada hubungan ini seperti waktu ia menjalin hubungan dengan gadis lain setahun lalu. Raya, kekasihnya kala itu, dicurigai Mila telah selingkuh di belakang Natra. Benar saja, begitu mengumpulkan bukti dan melihat langsung, Raya kepergok berjalan dengan mahasiswa Teknik Mesin.
"Berani lo nyakitin Natra lagi, urusannya sama gue!" kata Mila dengan nada tinggi setelah menyiram minuman soda ke wajah gadis itu.
Kini di tengah kebahagiannya memeluk sang kekasih baru, ada setitik perasaan tak terdefinisi yang tumbuh perlahan. Entahlah, Natra belum bisa menemukan jawabannya.
***
Tiga tahun kemudian di salah satu kafe dekat kampus, tempat di mana Natra dan Mila sering habiskan waktu ketika masih mahasiswa, menjadi tempat pertemuan keduanya setelah enam bulan ini tidak saling tatap. Tak banyak yang berubah dari fisik masing-masing. Mila dengan rambut sebahunya, juga Natra dengan badan tegapnya karena sering berolahraga.
Cerita lama konyol masa lalu menjadi pembuka hangat sambil menikmati hidangan dan menunggu matahari tenggelam, lalu diganti oleh cerita pekerjaan masing-masing. Tawa keduanya seakan tak ingin lepas, sampai seketika mereda saat Natra mengabarkan akan melamar Yura dalam waktu dekat.
"Kalau gitu, semoga lancar ya, Nat," kata Mila pelan mengelus telapak tangan laki-laki itu.
"Tapi, kenapa aku ragu ya, Mil?"
"Keraguan menjelang lamaran bahkan sampai pernikahan itu wajar, kok. Jangan terlalu dipikirkan."