Tepat di bagian itu ketika nada tinggi sempurna kubawa tanpa meleset, para tamu di sana serentak menatapku dan memberi tepuk tangan. Terutama Fira, yang ada di ujung sana memandang dengan takjub. Beda sekali dengan calon suaminya yang masih terlihat tegang.
"Lagu terakhir kamu tadi bagus banget. Benar-benar menghayati seperti memang kamu yang mengalaminya," kata Fira ketika aku baru selesai dari panggung dan hendak mengambil minum.
"Well, aku memang punya pengalaman yang kurang mengenakan dalam hal asmara," kataku memasang senyum palsu sambil sesekali menatap Gama. "Udah kenal sama orang tua dan sering main ke rumah, ternyata malah mau nikah sama seseorang. Sejujurnya itu menyakitkan."
"I feel so sorry for that." Fira menenangkan dengan mengelus pelan bahuku.
Tak lama setelah itu Raka datang, mengajakku untuk segera pergi karena kebetulan waktu di sini pun sudah selesai. Sebelum benar-benar pergi, aku bersalaman dengan Gama yang dari tadi belum membuka suara, kemudian membisikkann sesuatu ke telinganya.
"Karma will find you. Sooner or later."
***
Sekitar tiga minggu kemudian ketika bersantai di teras rumah saat sore semakin memberikan kilauan jingga, Raka datang dengan semangat dan menyeruput teh hangatku di permukaan meja yang sama sekali belum diminum.Â
"Rencana kita berhasil. Fira memutuskan pertunangannya dengan Gama!"
Aku nyaris tak percaya rencana kotor ini berjalan bahkan lebih cepat dari dugaan awal. Dari rencana Raka yang mencarikan perempuan cantik untuk mendekati Gama menggunakan aplikasi Tinder. Ternyata, jiwa busuknya itu sama sekali belum hilang.
Gama terpikat tanpa proses lama, lalu hubungan terlarang itu berlanjut sangat rapi tanpa sepengetahuan calon istrinya. Yang tak Gama tahu adalah Raka selalu ada di antara keduanya yang sedang berkencan, kemudian mengambil gambar mereka diam-diam yang pada akhirnya dicetak, lalu dikirim ke alamat Fira.