Tak ada lagi sentuhan manis pada setiap lekuk tubunya. Tak ada lagi pagi hangat di kamar hotel ketika keduanya berpelukan tanpa busana menanti matahari terbit. Semua akan terganti pada sosok Satria dalam ikatan yang lebih sakral, yaitu pernikahan yang direncanakan tiga bulan lagi.
Di sudut sana yang jauh dari posisi Keyla dan Satria, seorang laki-laki bertubuh tinggi memperhatikan diam-diam sembari meneguk jus jambu dari gelas kecil. Ia mengambil ponsel, lalu menghubungi seseorang.
"Damar, ini Rendra. Acara di sini berjalan lancar. Laporan selesai."
***
Di  kamar hotel yang sama saat ia dan Keyla terakhir menginap, Damar menerima telepon dari Rendra, salah satu teman dekatnya yang juga merupakan saudara jauh Satria. Mungkin ia bisa sengaja menghindar dan tak menghadiri acara itu. Tapi Damar juga perlu memastikan bahwa acara di sana telah berjalan dengan baik.
Sambil berbincang mengenai acara lamaran di sana, Damar melihat ke sekeliling sudut kamar hotel yang biasa jadi langganannya bersama Keyla. Ia pasti akan merindukan gadis itu yang akan bersikap manja jika sedang lelah karena urusan pekerjaan.
"Padahal kamu masih bisa berjuang, Mar."
"Kamu tahu prinsip saya kan bahwa pernikahan bukan target utama? Dan apa yang dibutuhkan Keyla adalah pendamping hidup di usia yang sudah matang, belum lagi soal tekanan keluarga yang memaksanya untuk berumah tangga. Sulit Ndra kalau dia terus-terusan menunggu saya di sini."
"You love her too, don't you?"
"To be honest, dia perempuan terbaik dari FWBÂ yang pernah saya tiduri. Tapi masalahnya, saya sudah nggak percaya urusan cinta-cintaan sejak Mama meninggal karena KDRT."
Ingatan bertahun-tahun silam ketika dirinya masih duduk di bangku sekolah sempat mengganti pikirannya soal Keyla. Tentang ayahnya yang kasar, dan menjadi penyebab utama ibunya meninggal dunia.