Pagi itu matahari mulai mengintip dari balik awan. Cahayanya yang hangat masuk melalui celah jendela besar lantai tujuh hotel berbintang. Ada Keyla di sana, berdiri memandang jalanan ibu kota dengan mengenakan kaos tipis dan celana pendek warna putih.
Damar, laki-laki berusia tiga tahun lebih muda darinya memilih bermalasan di tempat tidur sembari menatap layar ponsel tanpa mengenakan atasan. Sesekali tatapan mereka bertemu, tapi masih membisu karena ingin lawan bicaranyalah yang memulai lebih dulu.
Keyla jadi teringat awal pertemuan mereka di salah satu restoran mewah rekomendasi temannya. Damar datang mengenakan kemeja putih dengan dua kancing atas yang terbuka, memamerkan dada bidangnya yang terlatih di tempat gym. Saat itu, Keyla tahu telah terpikat pada pandangan pertama.
"Saya cari partner FWB," kata Damar tanpa basa-basi ketika makanan belum tersaji di hadapan keduanya.
Keyla tak kaget. Di aplikasi kencan daring dan memulai percakapaan dua minggu lalu, memang disebutkan bahwa Damar mencari rekan untuk melampiaskan nafsu seksualnya. Tidak menjadi pacar, karena sama sekali tak melibatkan perasaan.
Setelah mengenal satu sama lain selama beberapa hari, barulah Keyla yakin terhadap Damar. Apalagi ia juga bukan tipe yang suka main dengan banyak perempuan. Tes kesehatannya dua bulan lalu pun menjadi bukti bahwa ia selalu bermain aman.
"Kalau ini memang jadi kali terakhir kita berhubungan, saya nggak masalah," kata Damar masih di tempat tidur memecahkan keheningan di antara mereka.Â
Keyla mendekat, masih dalam posisi berdirinya.
"Aku nggak mau dijodohkan, Mar."
Kini giliran laki-laki itu yang bangkit, menatap Keyla dengan sedikit menunduk karena perbedaan tinggi keduanya.